Minggu, 09 Oktober 2016

Review Jurnal Teori Organisasi : "Strategies for change : adaptation to new accounting conditions"


Strategies for change : adaptation to new accounting conditions

Pendahuluan
Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk mengidentifikasi strategi manajer lini tengah (middle manager) selama perubahan kondisi akuntansi. artikel ini mendiskusikan bagaimana manajer lini tengah pada institusi publik dibidang kesehatan dalam mengubah strategi mereka selama perubahan transformasional. Materi ini menarik karena manajer memiliki karakteristik untuk terikat dengan tradisi dan melawan perubahan.
Konsep perubahan kondisi akuntansi dapat diartikan adanya meningkatkan fokus pengawasan, pencatatan komunikasi dan analisis keuangan. Pada kondisi ini, manejer lini tengah berada dititik vital, diantara manajemen dan staf. Manajer lini tengah memiliki kekuatan untuk melewati proses perubahan. Keputusan strategis manajer lini tengah membangun hubungan yang penting  dalam perubahan transformal.
Sedangkan startegi, dalam penelitian ini, didasarkan pada konsep chaffe (1985) dari startegi interpretatif. Strategi jenis ini menggambarkan organisasi sebagai kumpulan perjanjian yang dilakukakn oleh individu yang memiliki kehendak bebas.  Pada konsep ini menyiratkan jika manajemen dapat mengambil sudut pandang di satu arah sementara manajer lini tengah memilih untuk melawannya.
Teori
perubahan memberikan dampak kepada mayoritas pekerja di organisasi. Perubahan transformasional pada organisasi didefinisikan sebagai awal dari perilaku yang baru yang kemudian menyebar dalam komunitas. Perubahan seringkali berasal dari luar dan diintegrasikan dalam organisasi.
Model perubahan sering didesain uuntuk tujuan operasional. Gagasan digunakan untuk menjadi alat atas mengantarkan kepada pekerjaan yang berkualitas. Namun, perubahan tidak dapat direncanakan dan tidak diinginkan. ditambah lagi, organisasi tidak selalu efektif dan taat.  Maka, dibutuhkan model teoritis yang mampu menjelaskan variasi berlangsung serta berkelanjutan dari praktik baru dan pola atas tindakan paska penerapan. Terdapat 2 model perubahan di penelitian ini :
a.       Stepwise change models.
Pada model ini, perubahan organisasi diidentifikasi dalam 2 langkah (tolbet dan zucker,1996). Langkah pertama, fase semi-institusionalis , yang diikuti langkah kedua, institusional sepenuhnya. Model ini juga hampir sama dengan konsep model stein (1997)yang menggunakan konsep learning the first  order dan learning the second order. Learning the first order merupakan perubahan  organisasi yang tanpa transformasi bentuk seperangkat nilai – nilai. Sedangkan learning the second order melibatkan perubahan yang radikal.
Selain itu ada juga konsep yang diperkenalkan oleh jacobs (2005), yaitu konsep polarisasi dan hibridisasi. Polarisasi terjadi  ketika sub-kelompok yang berbeda dalam organisasi menerima reorganisasi dan berprilaku  dalam cara yang baru, sementara individu yang tersisa melanjutkan kinerja seperti sebelumnya. sedangkan hibridisasi merupakan perubahan fundamental yang terjadi dan ide baru yang digunakan oleh keseluruhan organisasi.  Selanjutnya, konsep yang diperkenalkan oleh van de ven dan poole (1995) yang mengidentifikasi 4 langkah yang berbeda pada model teoritis yang menjelaskan perubahan organisasi. Yaitu, konfrontasi, dissastification, konsensus,  dan implementasi.
b.      Continuous change model
Hining dan malhotra (2008) menggambarkan model perubahan berkelanjutan berjalan (ongoing continuous change model) dalam 6 langkah perubahan organisasi . langkah – langkah tersebut  adalah pressure (tekanan), deinstitutionalisation (deinstitusionalisasi), preinstitutionalisatio, theorisation (teorisasi), diffusion (difusi), dan institutionalisation. Bentuk teori ini menyebabkan adanya rantai perubahan transformasional.
Metodelogi 
Penelitian ini memfokuskan perhatian kepada manejer lini tengah yang bekerja dipelayanan kesehatan publik di swedia. Jumlah manajer lini tengah dalam organisasi kesehatan di swedia yang berpartisipasi di penelitian ini sebesar 25 orang. Pemilihan manajer lini tengah pada penelitian ini  untuk mengidentifikasi proses perubahan secara umum di sektor kesehatan publik. Penelitian ini dilakukan dengan teknik wawancara dan menggunakan transkrip. Selanjutnya, hasil interview diproses dengan 5 langkah. Pertama, menyeleksi  material yang relevan dengan penelitian ini. kedua, mengidentifikasi perubahan transformasional yang dominan terjadi. Ketiga, menyeleksi startegi yang diterapkan manajer. Keempat, mengintrepetasi bahan material yang dibuat dengan menggunakan model teoritis. Kelima , mereview kembali bahan material untuk melihat apakah interpretasi konsisten dengan model teoritis.
Analisis kasus penelitian
Kasus :
Berdasarkan hasil yang ditemukan, manajer lini tengah pada organisasi kesehatan di swedia memiliki tanggung jawab anggaran yang luas. namun, mereka  kekurangan akan pelatihan manajemen dan keuangan. Ditambah lagi, manajer lini tengah ini lebih banyak berasal dari profesi keperawatan. Ini mengindikasikan apabila mereka lebih mengerti persoalan yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan daripada  pengendalian manajemen. Padahal tugas mereka tidak hanya berkaitan dengan pelayanan kesehatan saja. manajer lini tengah memiliki tugas dan tanggung jawab untuk memecat karyawan, membeli peralatan, dan aktivitas berbeda lainnya.
Pada penelitian ini, model pengendalian manajemen yang diterapkan adalah balanced scorecard. Dengan balanced scorecard diharapkan memberikan kontribusi besar terhadap kinerja organisasi. Namun pada kenyataannya, para manajer lini tengah senior merasa model pengendalian manajemen baru ini tidak efektif. Sedangkan pihak yang masih mempertahankan model ini adalah manajemen dan manajer lini tengah yang baru serta minim pengalaman. Hal ini menyebabkan balanced scorecard hanya menjadi formalitas dan tidak memiliki dampak  yang berarti pada pekerjaan sehari hari.
Analisis :
Berdasarkan penjelasan peneliti, maka diketahui apabila perubahan yang  terjadi di organisasi kesehatan publik di swedia tidak dimulai dengan start-up yang baik. Tahap start –up merupakan tahap dimana membangun kemitraan, bagaimana dan dengan siapa pengembangan dilakukan, serta menentukan kapan saatnya untuk bergerak ke fase selanjutnya (Mclean, 2006). Dari penjelasan peneliti, maka didapati apabila keputusan untuk mengubah model pengendalian manajemen menjadi balanced scorecard diambil oleh manajemen. Keputusan tersebut diambil tanpa adanya persiapan yang baik. Hal ini terlihat dimana tidak ada tim maupun sub divisi khusus untuk mensukseskan perubahan ini. bahkan ada kesan jika pihak manajemen hanya bersikap “ikut-ikutan”, dikarenakan terpengaruh dengan ‘kehebatan” balanced scorecard ini. selain itu, tidak ada penilaian organisasi sebelum melakukan perubahan. Sehingga yang timbul adalah ketidakpuasan manajer lini tengah yang berdampak pada penerapan model pengendalian manajemen baru.
Kasus 2 :
Perubahan model pengendalian manajemen tentu saja berdampak pada lainnya, termasuk anggaran. Hal ini diperparah dengan kondisi yang buruk, seperti krisis keuangan, penghentian perekrutan karyawan baru, dan pembatasan lembur. Hal ini menimbulkan sikap penghematan. Manajer lini tengah dituntut untuk mampu memangkas beban yang tidak dibutuhkan dalam aktivitas operasional. Sehingga anggaran menjadi terbatas. Hal ini menimbulkan sebuah taktik baru yang disebut smart budget strategies. Pada intinya, strategi ini dilakukan dengan tujuan agar anggaran tahun depan tidak dikurangi.
Analisis :
Dalam mengimplementasi suatu sistem yang baru, diperlukan suatu kesiapan dalam menghadapinya. Salah satunya adalah intervensi yang dilakukan oleh sebuah tim pengembang organisasi (od) (mclean, 2006). Salah satu cara intervensinya adalah melakukan training dan coaching. Hal ini akan membantu manajer dan karyawan secara personal untuk mampu mengimplementasi kebijakan baru organisasi. Berdasarkan penjelasan peneliti, para manajer harus melakukan eksperimen terhadap anggaran mereka sehingga mendapatkan strategi baru ini. eksperimen ini dilakukan oleh manajer lini tengah, dan apabila “berhasil” maka akan disebar ke manajer lini tengah lainnya. Sehingga bisa dikatakan, pada awal implementasi model pengendalian manajemen baru, secara personal manajer lini tengah dan karyawan masih belum siap menghadapi perubahan.
Kasus ketiga :
Selama ini, manajer lini tengah menjadi mediator antara manajemen dan pekerja. Namun dengan adanya kemajuan teknologi ini, menjadi ancaman baru juga bagi manajer lini tengah. Hal ini dikarenakan para pekerja dapat mengetahui informasi lebih daripada manajer lininya. Maka, para manajer lini tengah menerapkan suatu strategi dengan membuat blog dan chat room bagi para pekerja. Dengan adanya blog dan chat room ini, manajer tidak memiliki tanggung jawab atas informasi yang tidak tersaring. Hal ini mengakibatkan diskusi menjadi berkembang. Selain itu, permasalahan yang ada di karyawan dapat diatangi secara cepat. Sehingga mampu menghilangkan tekanan bagi manajer.  
Analisis :

Keberhasilan penerapan suatu sistem informasi didukung oleh perangkat teknologi informsi yang ada (Wijaya, 2011). keberhasilan ini bertujuan agar manajemen perusahaan dapat bekerja secara efektif dan efisien. Akan tetapi , ada perusahaan yang tidak mampu menjalankan hal tersebut. berdasarkan penjelasan peneliti, pada awalnya pengaruh teknologi ini membawa ancaman tersendiri bagi manajer lini tengah . namun pada akhirnya, manajer lini tengah dapat mencari solusinya dan menerapkan startegi barunya. Sehingga penerapan teknologi informasi membawa keuntungan tersendiri bagi manajer lini tengah.

Hasil penelitian

adanya perubahan dalam organisasi, membuat manajer harus mencari startegi – strategi baru. Pada penelitian ini, pola tersebut berawal dari sikap manajer lini tengah yang mempertanyakan model pengendalian manajemen baru, bereksperimen dengan strategi  anggaran, lalu mengimplementasikan informasi teknologi yang baru. Strategi ini membentuk transisi berdasarkan continuous circular change model yang dipopulerkan oleh malhotra dan hinings.  Ada dua hal yang menjadi titik temu : pertama , adanya startegi yang terorganisir serta yang kedua, kecendrungan untuk mengadopsi inovasi yang didukung oleh kebijakan organisasi dan mempertanyakan apa yang ditolak atau dilarang oleh organisasi.

Boneka Pelaut