Sabtu, 05 Desember 2015

Ringkasan : Are Nonfinancial Measures Leading Inndicators of Financial Performance ? An Analysis of customer Satisfaction ? (Part 1)



RINGKASAN  JURNAL
ARE NONFINANCIAL MEASURES LEADING INDICATORS OF FINANCIAL PERFORMANCE ? AN ANALYSIS OF CUSTOMER SATISFACTION ?



Pendahuluan
Jurnal ini menguji 3 pertanyaan mengenai relevansi nilai dari pengukuran kepuasan pelanggan (customer satisfaction performance/CSI). 3 pertanyaan tersebut meliputi :
1.      Apakah customer satisfaction measure membawa indikator kinerja akuntansi ?
2.      Apakah nilai ekonomi dari kepuasan pelanggan mencerminkan nilai buku akuntansi kontemporer ?
3.      Apakah dengan adanya customer satisfacton measures menyediakan informasi tambahan baru bagi pasar saham ?
Pengembangan dibidang kualitas, kepuasan konsumen (customer satisfaction) dan pekerja, serta inovasi yang mewakilkan investasi pada aset khusus di perusahaan merupakan sesuatu yang belum bisa dijangkau dengan pengukuran akuntansi saat ini. Bedasarkan beberapa penulis menyatakan apabila indikator non-keuangan pada aset tak berwujud (intangible) dan pengukuran keuangan tambahan dalam sistem akuntansi internal, akan menjadi prediktor kinerja yang lebih baik daripada pengukuran akuntansi historikal.  
Beberapa penelitian terdahulu seperti Wallman (1995),Edvinsson dan Malone (1997) serta Stewart (1997) mengungkapkan apabila pengungkapan informasi non keuangan akan mengantar pada nilai perusahaan. Salah satu pengukuran non keuangan adalah kepuasan pelanggan (customer satisfaction).
Penelitian ini menguji customer satisfaction dalam 3 tingkatan : pelanggan (customer), uit bisnis (business-units), dan data tingkat perusahaan (firm level data). Pada pengujian tingkat pelanggan, peneliti menyediakan bukti berdasarkan asumsi  dasar Asumsi dasar ini menyatakan apabila future-period retention (ingatan periode jangkan panjang) dan pendapatan yang tinggi untuk memuaskan pelanggan, membuat customer satisfaction measures  membawa indikator dari kinerja akuntansi.
Untuk tingkat unit bisnis, peniliti mengembangkan analisis dengan menguji implikasi biaya dan keuntungan dari kepuasan pelanggan. Pada tingkat unit bisnis, juga diuji kemampuan pengukuran kepuasan unit bisnis untuk memprediksi kinerja akuntansi dan pertumbuhan pelanggan. Pada akhirnya, pengujian penilaiai tingkat perusahaan  dan peristiwa penyelidikan menguji apakah customer satisfaction measures menyediakan informasi pada pasar saham diluar informasi yang mengandung nilai buku akuntansi saat ini.
Penelitian ini menemukan hubungan positif dan signifikan antara customer satisfaction measures dan kinerja akuntansi di masa depan secara umum. Namun , banyak hubungan yang tidak linier (nonlinier) dengan beberapa bukti dari berkurangnya manfaat kinerja pada tingkat kepuasan yang tinggi. Customer satisfaction measures relevan  terhadap nilai buku secara ekonomis. Peneliti juga menemukan apabila kemunculan pengukuran jenis ini secara statistik berhubungan dengan berlebihnya pengembalian pasar saham  setelah sepuluh hari sejak periode pengumuman, dimana menyediakan sejumlah bukti apabila pengungkapan customer satisfaction measures menyediakan informasi mengenai pasar saham pada aliran kas yang diharapkan di masa akan datang (expected future cash flow).
Pembahasan Literatur   
Penekanan pada nonfinancial customer satisfaction measures dimotivasi dengan adanya persepsi ketiadaan informasi yang menjadi kunci pada nilai perusahaan. Pada literatur pemasaran, tingginya kepuasan pelanggan akan mengembangkan kinerja keuangan dengan meningkatkan loyalitas  pada pelanggan, mengurangi elastisitas harga, rendahnya biaya marketing dengan iklan dari mulut ke mulut, pengurangan biaya transaksi dan peningkatan reputasi perusahaan. Namun pencapaian kepuasan pelanggan yang tinggi tidak bisa  lepas dari biaya. Para teoris di ilmu ekonomi berpendapat jika kepuasan pelanggan merupakan fungsi dari pelengkap produk atau jasa. Peningkatan utilitas pelanggan membutuhkan tingginya tingkat pelengkap dan biaya tambahan khususnya pada tingkat kepuasan.
Menurut Ross dan Georgoff (1991), meskipun kurang setuju pada hubungan khusus antara kepuasan pelanggan dan kinerja keuangan, sebagian besar perusahaan menggunakan bentuk customer satisfaction measures. Beberapa penelitian terdahulu mencatat adanya kenaikan penggunaan customer satisfaction measures dalam perencanaan startegi perusahaan.
Namun sebuah survei dari wakil presiden mengenai kualitas pada sebagian besar perusahaan di Amerika Serikat, menemukan hanya 28% perusahaan yang mampu menghubungkan customer satisfaction measures terhadap pengembalian akuntansi dan hanya 27% perusahaan yang dapat menghubungkan terhadap pengembalian saham. Hal ini dikarenakan terdapat dua masalah utama dalam mengimplementasikan inisiatif kepuasan pelanggan (customer satisfaction initiatives):
1.      Menghubungkan kepuasan pelanggan (customer satisfaction) dengan profitabilitas
2.      Memahami poin mengenai berkurangnya pengembalian (diminishing returns) untuk inisiatif kepuasan pelanggan (customer satisfaction initiatives).
Beberapa penelitian dilakukan untuk menguji antara tingkat kepuasan pelanggan dan profitabilitas. Arthur Andersen&Co (1994,pp.1) menyatakan asumsi mengenai keuntungan yang pasti mengalir dari kepuasan pelanggan merupakan sesuatu yang tidak dapat dipegang/dipertahankan. Kebalikan dengan perkataan Arthur, Anderson, Fornell dan Lehmans (1994) menyatakan dampak kinerja dari kepuasan pelanggan pada 77 perusahaan di Swedia mendukung hipotesis apabila kepuasan pelanggan berhubungan positif dengan pengembalian akuntansi kontemporer (contemporaneous accounting return) pada investasi, setelah pengendalian atas pengembalian yang lalu. Hasi penelitian yang tidak konsisten ini bisa dipengaruhi oleh pertanyaan yang termasuk dalam pengukuran kepuasan.
Bukti yang bervariasi juga eksis pada sejauhmana customer satisfaction measures menyediakan nilai informasi yang relevan diluar isi laporan akuntansi masa kini. Penelitian Mavrinac dan Siesfeld (1997) menemukan apabila investor lembaga memperingkat indeks kepuasan pelanggan dan menemukan hanya 11 item yang berguna pada pengukuran non keuangan. Selain itu, peneliti menemukan investor yang berpartisipasi memilih pengukuran kepuasan pelanggan yang tidak berbobot dalam menilai perusahaan.
Terkait dengan peneilitan diatas, Aaker dan Jacobson  (1994) menguji hubungan antara pengembalian saham dan persepsi pelanggan mengenai kualitas brand. Peneliti menemukan hubungan positif antara persepsi kualitas brand dan pengembalian saham setelah pengendalian atas pengembalian akuntansi yang tidak diharapkan (unexpected accounting returns).
Kesimpulan, penelitian empiris terdahulu menyediakan beragam bukti pada relokasi antara indeks kepuasan pelanggan dan kinerja keuangan, dan tidak ada bukti apakah ada pengurangan atau  pengembalian negatif (negative returns) pada kepuasan pelanggan. Yang lebih penting, penelitian terdahulu menawarkan tidak satupun dukungan atas klaim apabila customer satisfaction measures menyediakan informasi tambahan terhadap pasar saham pada prospek keuangan masa depan perusahaan.

Customer-Level Analysis
Analisis awal menguji apakah tingkat kepuasan saat ini atas individual customer berhubungan dengan perubahan perilaku pembelian di masa yang akan datang dan pendapatan perusahaan. Asumsi dasar dari customer satisfaction measurement adalah semakin tinggi tingkat kepuasan akan mengembangkan kinerja keuangan masa depan dengan kenaikan pendapatan dari keberadaan pelanggan.
Pengujian ini dilakukan pada sebagian besar perusahaan telekomunikasi yang terbagi menjadi usaha kecil yang berkompetisi di pasar lokal. Perusahaan ini memiliki 450.000 pelanggan. Pada tahun 1995, rata – rata pelanggan memiliki penjualan sebesar 230.000 dollar dengan median sebesar 175.000 dollar. Perusahaan yang diuji juga  telah berada di usaha ini selama 8 tahun. Analisis ini menyediakan pengujian  awal dari kemampuan customer satisfaction measurement untuk memprediksi kinerja akuntansi masa depan dan sama terhadap prosedur yang digunakan oleh perusahaan untuk mengembangkan strategi pemasaran baru dan rencana untuk customer individual.
Perusahaan mengukur kepuasan pelanggan untuk sampel acak (random sample) dari 2.491 pembelian jasa khusus pada tahun 1995. Indeks kepuasan pelanggan (CSI/Customer satisfaction index) berdasarkan 3 pertanyaan yang menilai :
(1)   Keseluruhan kepuasan dengan jasa
(2)   Sejauhmana jasa sesuai dengan yang diharapkan, apakah kurang dari harapan atau lebih dari harapan
(3)   Seberapa baik jasa dibandingkan dengan jasa yang diidealkan.
Indeks ini dikonstruksi menggunakan PLS (Partial Least Square) untuk menimbang ketiga item dimana menghasilkan index yang memiliki korelasi maksimum dengan akibat ekonomi dimasa yang akan datang. Akibat ini meliputi minat beli balik, toleransi harga , rekomendasi pembeli, dll.
Peneliti menilai perilaku pembelian di masa datang pada retention rate, pendapatan , dan perubahan pendapatan yang terjadi dalam kurun waktu 1995 – 1996. Retention rate  digunakan untuk menguji klaim apabila kepuasan pelanggan kurang , maka pelanggan cenderung pindah ke kompetitor atau berhenti menggunakan produk perusahaan. Tingkat pendapatan (revenue level) menguji apakah pelanggan  yang puas membeli lebih banyak daripada pemebli yang kurang puas. Sedangkan pengujian perubahan pendapatan menguji apakah pelanggan pada tingkat kepuasan tertinggi meningkatkan pembelian. Namun jika tingkat kepuasan pelanggan hanya cenderung membeli jasa, namun sudah terisi permintaan mereka. Maka tingkat pendapatan akan meningkat namun pertumbuhan pendapatan akan nol.
Untuk customer retention  dikode untuk pelanggan tahun 1995 yang membeli kembali pada tahun 1996. Disini, terdapat gap sebanyak setahun dikarenakan pelanggan mentanda tangani kontrak tahunan. Untuk pendapatan diukur pada tahun 1995 dan 1996. Banyak faktor selain tingkat kepuasan , mempengaruhi perilaku membeli pelanggan. Sehingga dibutuhkan 2 variabel kontrol. Variabel tersebut meliputi : ukuran perusahaan (size) dan umur pelanggan(age).
Pengujian regresi linier menghubungkan antara nilai CSI tahun 1995 dan customer retention,tingkat pendapatan, dan  perubahan pendapatan ditahun 1996. Ketiga model ini berhubungan signifikan namun memiliki kekuatan penjelasan yang rendah (bisa dilihat dari nilai R2 yang hanya berkisar 1.3% sampai 4.9%). Sehingga bisa dikatakan masih banyak variabel yang mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan.
CSI berhubungan positif signifikan terhadap customer retention, tingkat pendapatan, dan perubahan pendapatan. Hal ini mendukung pernyataan apabila customer satisfaction measures merupakan sesuatu yang bersifat prediktif mengenai perilaku pembelian pelanggan lanjutan (predictive of subsequent customer purchase behaviour). Untuk variabel kontrol, tingkat pendapatan meningkat sejalan dengan ukuran perusahaan dan retention meningkat sejalan dengan umur pelanggan.
Jika diatas merupakan pengujian dengan persamaan linier, maka selanjutnya menggunakan pengujian nonlinier. Fungsi nonlinier menghubungkan customer retention, tingkat pendapatan dan perubahan pendapatan untuk dikembangkan menggunakan regresi nonparametrik. Metode ini dikembangkan oleh Box dan Cox (1964), yang mencocokkan model regresi nonlinier tambahan terhadap kriteria dan variabel prediktor. 
Pada gambar 1 menunjukkan apabila rata – rata retention pada tahun 1996 meningkat pada CSI tahun 1995. Sebagai contoh, apabila CSI berada dititik 30 di tahun 1995, maka prediksi retention rate di tahun 1996 sebesar 64%. Plot digambar juga menunjukkan apabila CSI mencapai titik 70 tidak mampu lagi meningkatkan retention ratenya.
Pada gambar 2 menunjukkan hubungan CSI tahun 1995 dan  prediksi pendapatan dalam dollar pada tahun 1996. Pergerakan CSI dari titik 40 ke 60 , mampu meningkatkan prediksi pendapatan sebesar $400 per tahun. Hampir sama dengan retention rate, fungsi pendapatan juga menunjukkan “perbedaan” langkah atau arah pada titik CSI  70. Walau memiliki perbedaan langkah pada titik 70 seperti retention rate, untuk prediksi tingkat pendapatan bisa lanjut untuk meningkat sampai titik maksimal CS, 100.
Pada gambar 3 menunjukan fungsi menghubungkan perubahan pendapatan (revenue changes) terhadap prediksi perubahan pendapatan dari tahun 1995 ke tahun 1996. Prediksi perubahan pendapatan memiliki arah negatif dikarenakan kerugian dari pelanggan yang ada pada tingkat semua kepuasan. Prediksi perubahan pendapatan meningkat sampai CSI mencapai titik 80. Selepas dari titik CSI 80, maka tidak dihasilkan kembali perubahan pendapatan. Ini menunjukkan rata – rata reduksi pendapatan  untuk pelanggan saat turun apabila kepuasan meningkat.
Untuk pembuktian selanjutnya, peneliti membentuk 10 portfolio berdasarkan CSI pelanggan dan membandikngkan mean retention rate, tingkat pendapatan dan perubahan pendapatan pada setiap desil  yang menggunakan metode  general linier model (GLM). Pendekatan portfolio membuat tidak satupun asumsi mengenai fungsi bentuk yang mendasati hubungan. Sebaliknya, GLM menjalankan pengujian analisis varians dari perbedaan dalam mean antar portfolio setelah dikontrol oleh ukuran perusahaan dan umur. Uji GLM menyediakan sejumlah bukti´”threshold” kepuasan pelanggan yang harus dicapai sebelum pelanggan mengubah perilaku membeli mereka.
GLM menunjukkan hasil apabila hubungan antara CSI dan retention rate  diciri khas kan dengan beberapa ”threshold” kepuasan pelanggan yang harus dicapai sebelum kenaikan retention rate . Untuk retention rate, titik terendahnya pada desil 1 dengan angka sebesar 60% (0.60). Desil 2 -5 memiliki retention yang lebih tinggi dari desil 1. Titik retention tertinggi terletak pada desil 6 dengan angka sebesai 81% (0.81). Sedangkan desil 7 -10 memiliki retention rate  yang lebih tinggi dari desil 1- 5 namun dibawah desil 6. Ini menunjukkan adanya pernyataan yang berlawanan apabila retention pelanggan dimaksimalkan ketika nilai kepuasan berada di tingkat tetinggi.
Tingkat pendapatan juga menunjukkan rangkaian “threshold” kepuasan. jumlah terendah dari mean tingkat pendapatan 1996 berada di desil pertama. Pendapatan secara marginal tinggi tetapi seara statistik sama dengan desil 2 dan 3. Jumlah tertinggi pada mean tingkat pendapatan berada di desil 9 sebesar $ 3188.14.
Untuk perubahan pendapatan, titik terendah pada desil pertama sebesar – 38% (-0.38). Pada desil  kedua dan kelima memiliki perubahan pendapatan yang lebih tinggi dari desil pertama. Perubahan pendapatan tmeningkat secara signifikan di desil 6 sebesar  - 12 %(-0.12).  Bukti – bukti diatas menunjukkan jika retention dan pertumbuhan pendapatan bermanfaat dari pengembangan customer satisfaction diminished pada tingakt kepuasan tertinggi.
Penjelasan potensial lainnya untuk hasil tingkat pelanggan adalah penggunaan PLS untuk mengkomputasi pengukuran kepuasan. PLS merupakan pengukuran yang paling sering digunakan oleh banyak perusahaan. peneliti menguji 6 tamabahan customer satisfaction measures. Ada “top-box” yang mewakilkan jawaban pelanggan untuk memberi skala atas pertanyaan tunggal atas kepuasan mereka pada pelayanan. Kedua, ada “top two box” yang hampir sama dengan pertanyaan “top box”. Perbedaan terletak pada jumlah skala yang digunakan.
Ketiga, adanya SCI (Secure customer index) yang mengukur loyalitas pelanggan. Keempat, ada single question yang jawaban pelanggan atas pertanyaan tunggal pada keseluruhan kepuasan dalam jasa. Komponen pengukuran kelima, equally weighted  merupakan respon standarisasi bobot secara sama pada pertanyaan. Komponen  terakhir,first principal component yang merupakan faktor komponen utama pertama yang menilai atas ketiga pertanyaan kepuasan. Untuk hasil pengujian PLS menunjukkan jika pilihan customer satisfaction measures memiliki dampak kecil pada signifikansi dari koefisien kepuasan pelanggan.  

Business-Unit Analyses
Meskipun pengujian tingkat pelanggan mengindikasikan jika customer satisfaction measures memprediksi perilaku pembelian selanjutnya, namun pengujian menyediakan tidak satupun pembuktian pada hubungan cost  atau profit dengan tingginya tingkat kepuasan. Peneliti selanjutnya akan mengembangkan analisis untuk menguji sejauhmana customer satisfaction measures pada unit bisnis memprediksi kinerja akuntansi dimasa yang akan datang dan jumlah pelanggan.
Pengujian ini menggunakan data dari 73 cabang bank dari negara bagian barat Amerika serikat. Bank relatif merupakan pendatang baru diwilayahnya dan menghadapi kompetisi. Untuk mencapai tujuan startegisnya, perusahaan sudah membuat satu kepuasan pelanggan dari 5 ‘komando’ perusahaan. Kepuasan pelanggan menilai bentuk sebagian besar komponen evaluasi kinerja kuartalan dan bonus untuk manajer level cabang dan atas.
Perusahaan menghitung customer satisfaction measures secara kuartalan berdasarkan rata – rata dari survei tiga bulanan dari 25 pelanggan per cabang. CSI terdiri dari 20 item. Bobot item yang paling banyak, sebesar 45% ,berkisar kualitas keseluruhan yang diberikan kepada pelanggan yang dibandingkan dengan harapan pelanggan. Untuk kualitas teller secara keseluruhan, 6 item tambahan untuk teller,  6 item pada pekerja non teller, kualitas ATM  yang dibandingkan dengan jasa idealnya, serta 3 item tambahan mengenai ATM , masing – msaing memiliki bobot sebesar  7.5% . Untuk 1 item pengukuran masalah sebesar 10%.
Perusahaan menyediakan data mengenai kepuasan pelanggan dan akuntansi untuk kuartal ketiga tahun 1995 sampai kuartal kedua tahun 1996. Peneliti menggunakan 6 variabel kinerja, yaitu : revenues, expenses, margin, retrun on sales, retail customer, dan business and professional customer. Ke enam variabel ini digunakan untuk mewakilkan kinerja perusahaan. Persamaan yang digunakan :

Dari persamaan diatas, CSI merupakan indeks kepuasan pelanggan cabang. Past Perf merupakan nilai variabel dependen dalam periode sebelumnya. t menunjukkan waktu kuartal ketiga dan keempat pada tahun 1995. t + 1 menunjukkan waktu kuartal satu dan dua tahun 1996. Untuk mengontrol faktor lain yang mempengaruhi kinerja akuntansi, maka digunakan retail dan B&P.
Untuk menilai apakah cabang dengan tingkat kepuasan yang lebih tinggi memiliki pelanggan pendapat per pelanggan yang lebih, peneliti menguji hubungan tingkat CSI pada kuartal ketiga dan keempat pada tahun 1995 dan tingkat akuntansi serta pelanggan pada kuater berikutnya (PANEL A). CSI hanya memilliki hubungan positif yang signifikan terhadap pendapatan dan B&P. Hal ini membuktikan jika tingginya tingkat kepuasan pelanggan memiliki dampak tidak langsung pada kinerja akuntansi dengan menarik pelanggan baru.
Model persamaan diatas juga menguji apakah cabang dengan tingkat kepuasan yang tinggi berpengalama dalam mengembangkan kinerja akuntansi dan pertumbuhan pelanggan (PANEL B). CSI berhubungan positif dengan margin dan ROS. Persentase perubahan pada pelanggan retail memiliki hubungan positif dengan perubahan di setiap pengukuran akuntansi. Untuk koefisien Past Perf bernilai negatif pada setiap model kinerja keuangan ,  yang menyiratkan kebalikan dari kinerja akuntansi.
Pemandangan

Selasa, 03 November 2015

Terjemahan Jurnal Sistem Informasi Akuntansi



Social network analysis in accounting information systems research
Oleh : James Worrell, Molly Wasko, Allen Johnston
International Journal of Accounting Information System 14 (2013) pp. 127 - 137



Abstrak
Makalah ini memperkenalkan social network analysis sebagai metode penelitian alternatif untuk menyalurkan  sistem  informasi akuntansi yang terkait dengan penelitian. Dengan kemajuan dibidang informasi dan teknologi komunikasi, transaksi data tercatat dalam bentuk elektronik , menghasilkan berbagai research opportunities untuk menguji dyadic interaction. Network terdiri dari seperangkat nodes yang terhubung dengan ikatan. Penelitian Social network fokus pada bagaimana outcome dipengaruhi tidak hanya dengan atribut dari nodes (contoh : individual), tetapi juga dengan ikatan (ties) yang menghubungkan setiap nodes. Nodes biasanya mengkonsptualisasi sebagai aktor (pelaku) seperti individual, tim, atau organisasi. Struktur  Jaringan yang Unik dihasilkan untuk mencerminkan perbedaan jenis ikatan (tie) seperti kepercayaan, nasehat, collocation, atau afiliasi organisasi. Social Network analysis dapat digunakan untuk penelitian yang meneliti individu, dyadic, atau tingkat network dari analisis, dan merupakan alat yang ampuh untuk melakukan penelitian multi-method. Diketahui luasnya jumlah dari penelusuran data elektronik yang terkumpul melalui SIA, makalah ini mengulas bagaimana social network analysis tidak hanya membuka jalan penelitian yang baru untuk peneliti SIA, tetapi mengidentifikasi kesempatan pada bidang SIA untuk menginformasikan penelitian social network dengan mengidentifikasi struktur network yang baru dan dynamics leveraging transactional data (pemanfaatan data transaksional yang dinamis).


Latar Belakang

Adanya pergeseran umum dalam penelitian manajemen selama dekade yang lalu menuju relational theory of organization yang melihat actions dan actor  bukan sebagai independen, autonomous agent (agen onotom), tetapi sebagai sesuatu yang tertanam didalam socio-technical system. Berlawanan dengan teori yang menguji individual berdasarkan atribut mereka seperti gender,umur, pendidikan, ataupun pekerjaan, social network prespective fokus kepada bagaimana hubungan antara entitas seperti individual, unit fungsional atau organisasi, mempengaruhi interaksi dan outcomes. Konsep “network” merupakan sesuatu yang luas dan dapat diaplikasikan terhadap berbagai macam fenomena dimana seperangkat hubungan (set of relational)  dianggap sebagai sumber untuk mengidentifikasi sekumpulan pelaku (set of actor).  Yang menyatukan social network perspective adalah fokus pada pola dan implikasi dari ikatan (ties) didalam kebersamaan (Scott,1991; Wasserman and Faust,1994). Contohnnya pada tingkat individual  ikatan (ties) memfasilitasi pernyebaran informasi antara network participants, yang memungkinkan arus sumber daya berwujud dan tak berwujud antara network members, dan tempat yang membatasi setiap perilaku anggota.
Penelitian Social network  fokus pada signifikansi(makna/arti/kepentingan) dari hubungan sebagai inti untuk memahami perilaku sosial, tetapi banyak variasi pada atribut yang dipelajari. Network didefinisikan sebagai seperangkat nodes yang terhubung dengan ikatan (ties). Nodes biasanya “actors” dan dapat berupa orang, tim,organisasi atau informasi sistem. Relasi atau ikatan (ties) , menghubungkan actors dan dapat bervariasi dalam konten, arah, dan kekuatan hubungan (relation strength), semuanya mempengaruhi dinamis network (Garton et al. 1999). Konten dari ikatan (ties) merujuk pada pertukaran sumber daya  atau kontrak biasa (common bond) seperti informasi, uang , nasehat, atau kekeluargaan. Arah dari ikatan (ties) mengindikasikan “ego” yang memberikan sumber daya dan “alter” (mengubah atau bertukar) yang menerimanya, meskipun ikatan (ties) pada beberapa network  diarahkan seperti atribut bersama (cont, gender) atau keanggotaan bersama pada tim. Kekuatan hubungan (relational strength) dari ikatan (ties) menyinggung terhadao tingkatan aktivitas seperti kuantitas komunikasi, atau intensitas seperti pengaruh sosial yang diberikan oleh ikatan (ties), mengindikasikan bahwa ikatan (ties) dapat dinilai. Sebagai contoh, kekuatan hubungan (relational strength) pada ikatan dapat mengindikasikan jumlah energi , intensitas emosional, komitmen atau kepercayaan yang menghubungkan actors (pelaku). Ikatan hubungan (relational ties) sering diteliti di penelitian manajemen sebagai aspek penting pada pengaruh sosial yang mampu menggunakan pengawasan seperti hukuman sosial atau pengasingan (Ostrom,1990). Aspek lain dari pengaruh sosial memelihara kohesi dan prilaku pro-sosial (prosocial behaviour) dalam network seperti kepercayaan, identifikasi, difusi dari informasi dan komitmen (Coleman,1990; Nahapiet and Ghoshal,1998).
Setiap ikatan (ties) mendefinisikan perbedaan network dan sementara, beberapa ikatan (ties) sering terkait (trust network sering  berkolerasi dengan friendship network), ikatan (ties) sering diasumsikan kepada fungsi yang berbeda. Tidak semua ikatan (ties) yang dianggap memiliki hasil positif (positive outcomes) ; sebagai contoh ,penelitian network  sering digunakan untuk memetakan arus dari penyakit atau terrorist network. Oleh karena itu, beberapa penelitian network fokus kepada bagaimana mengembangkan arus sumber daya melalui network , seperti adopsi SIA baru atau bagimana untuk memisahkan arus sumberdaya dalam network seperti pengambilaan key node  dalam fraud network. Tergantung pada teori yang sedang diaplikasikan, beberapa penelitian menguji variabel network sebagai variabel independen yang menyebabkan konsekuensi seperti adopsi teknologi atau pengembangan kinerja, sementara penelitian lain menguji variabel network sebagai variabel dependen, pengidentifikasi penyebab yang mendasari pola  koneksi jaringan (network connection), bagaimana network come to be, dan bagaimana network berubah waktu ke waktu (Borgatti and Foster,2003).


Contoh Social Network Analysis
Pada sesi ini menjelaskan penelitian social network untuk menyediakan wawasan mengenai bagaimana mengaplikasikan social network analysis. Konteks untuk penelitian ini adalah business school  yang terdiri dari 89 anggota fakultas yang disusun dalam 7 departemen. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana social network  berdampak penelitian kinerja pada individual fakultas dan pertanyaan praktis tentang bagaimana kolaborasi antar anggota fakultas dalam business school  mempengaruhi kinerja penelitian fakultas individual (an individual faculty’s research performance) (Smart,2009). Data untuk penelitian ini dikumpulkan melalui survei menggunakan roster method ( metode daftar) dengan nama – nama dari semua anggota fakultas yang tercatat di sekolah.  Setiap fakultas merespon item survei berdasarkan hubungan mereka dengan semua anggota fakultas yang lain.  Data social network dapat juga dikumpulkan dari data arsip (archival data) seperti penggunaan jejak data elektronik dari sistem pemrosesan transaksi, electronic data interchange / EDI (Pertukaran data elektronik) atau komunikasi lewat email. Data dicatat dalam square matrix untuk mengindikasikan ego(pada kolom pertama), the alter /perubahan/pertukaran ( pada baris pertama), dan ikatan (the ties) (tertimbang, diarahkan dan dikotomis) dalam ego yang sesuai atau alter cell.  Network  yang terpisah (separate network) dihasilkan untuk setiap jenis ikatan (tie); sebagai contoh, pada penelitian multiple networks yang dikumpulkan, termasuk collocation ( gabungan kata – kata/sandingan kata), departemen yang sama, tingkat hirarki  (asisten, rekan kerja, full, administrator), bagaimana anggota fakultas mengenal yang lain, mempercayai setiap anggota lain, dan  mencari nasehat dari yang lain.
Anggota Fakultas yang pertama diberikan daftar nama dan diminta untuk menunjukkan siapakah yang dikenalnya dengan baik (”who do you know well”). Data mencatat dalam square social network matrix, dan menggunakan untuk menghasilkan grafik social network yang digambarkan pada gambar 1, dimana akan digunakan untuk menggambarkan konsep sentralitas jaringan (concept of network centrality). Satu dari banya variabel umum yang dinilai pada penelitian network adalah sentralitas, atau posisi pelaku pada hubungan network secara keseluruhan (Scott,1991;Wasserman dan Faust, 1994). Freeman (1979) mengusulkan 3 langkah terpisah dari sentralitas : keantaraan (betweenness), kedekatan(closeness), dan tingkat (degree) sentralitas. Betweenness centrality merujuk kepada sejauhmana ego jatuh (ego fall) antara 2 pelaku (actor) dalam network, mengungkap titik potensial dari pengawasan atas arus sumber daya. Closeness centrality merupakan sejauhmana ego dapat menghubungkan (connect) dengan aktor  lain dengan mudah, atau jumlah link (hubungan) baik langsung maupun yang tidak langsung yang dimiliki aktor dengan orang lain dalam network. Pengukuran atas kedekatan (measure of closeness) mengungkapkan efisiensi pada network, menunjukkan bagaimana dengan cepat seorang aktor dapat memperoleh akses terhadap sumber daya. Degree centrality merujuk pada jumlah direct links (hubungan langsung) ego miliki dengan orang lain dalam network, mengungkapkan seberapa aktif/terhubungnya ego dalam network , yang dinilai dengan menjumlahkan total angka ikatan (ties) yang ego miliki dengan saling bertukar/berubah.  Pada network langsung, indegree centrality mewakilkan angka dari alters memilih ego dan outdegree centrality mewakilkan pertukaran angka (number alters) yang dipilih oleh ego.
Gambar 1 adalah representasi grafis dari network fakultas. Ikatan (tie) mengindikasikan jika ego faculty mengetahui alter faculty dengan baik, ukuran nod berdasarkan pada indegree centrality (seberapa banyak alters memilih ego) dan warna nod mengindikasikan keanggotaan pada departemen yang sama. Perbedaan jenis sentralitas diidentifikasi ,mempertunjukkan jika meskipun ego mungkin memiliki indegree centrality yang besar (mengindikasikan jika fakultas diketahui dengan baik), tidak selalu menunjukkan kedekatan yang tinggi (High closeness) atau keantaraan yang tinggi (high betweenness). Sebagai contoh, Nod terbesar (yang sebagian besar anggota fakultas kenal) secara umum, hanya diketahui dengan  lainnya dalam departemen mereka, tidak lintas departemen.  Daerah lingkaran abu – abu disebelah kanan merupakan departemen akuntansi, menunjukkan jika anggota fakultas pada departemen ini (dep. Akuntansi) memiliki sedikiy ikatan (ties) diantara yang lain dan sejumlah anggota fakultas pada departemen lainnya.

 
Ini merupakan hal yang umum untuk melihat analisis data network (network data analyzed) pada tingkat individu dan tingkat dyad. Sebagai contoh, pada tingkat individu, penilaian centrality dapat dinilai untuk setiap individu dan kemudian mengkombinasikan dengan data lain, seperti pendidikan dan pengalaman, serta menggunakan analisis regresi untuk memprediksi kinerja pada pekerjaan. Pada tingkat dyad, quadratic assignment procedure (QAP) dan multiple regression-quadratic assignment procedure (MRQAP) dapat digunakan untuk memprediksi jika satu jenis ikatan dyad (dyadic tie) memprediksi ikatan dyad (dyadic tie) yang lain (Sebagai contoh, Luasnya ego trust alter  (sejauhmana kepercayaan ego alter) dipengaruhi oleh sejauhmana ego ditempatkan dengan alter).
Untuk pembelajaran fakultas menunjukkan pada gambar 1, indegree centrality di network saran penelitian(research advice network) yang digunakan di structural equation modeling (SEM) untuk memprediksi produktivitas penelitian (research productivity). Hasil mengindikasikan jika sentralitas (centrality) dalam  network saran penelitian (research advice network) memiliki signifikansi (makna/arti/kepentingan), dampak positif pada produktivitas penelitian atas dan diluar kepemilikkan (beyond tenure), departement dan variabel tingkat individual yang lain (Network centrality hanya variabel independen digunakan untuk memprediksi kinerja penelitian sebagai penilaian dengan angka pada publikasi tingkat atas (top tier publications).  Variabel modal manusia (human capital variables) digunakan sebagai kontrol untuk penjelasan alternatif). Ini memiliki implikasi penting untuk mendorong kolaborasi fakultas, khususnya jumlah fakultas akuntansi di penelitian  ini yang secara bersama – sama kurang memusatkan di network jaringan penelitian secara keseluruhan.
Tujuan pada sesi ini untuk menyediakan sebuah tinjauan luas terhadap social network analysis. Untuk peneliti yang menginginkan informasi yang lebih rinci mengenai bagaimana melakukan social network analysis dan mendefinisikan berbagai jenis pengukuran network (seperti sentralitas, kepadatan/density, core-periphery), kita mendorong mereka untuk mengulas Wasserman dan Faust (1994) social network analysis yang secara luas mempertimbangkan seminal text  pada daerah ini. Referensi permulaan yang bagus lainnya adalah scott (1991) social network analysis. Organisasi akademis terkemuka yang terkait dengan social network research adalah ISNA :The International Network for Social Network Analysis. Untuk individu yang tertarik dalam mempelajari lebih banyak mengenai program komputer yang menggunakan analisis social network data, INSNA sponsor konferensi tahunan, yang disebut Sunbelt Conference yang  menawarkan workshop pengembangan profesional dari para ahli terkemuka dibidang nya.



Social Network Analysis in AIS Research
Sementara sudah banyak penelitian yang menggunakan social network analysis dalam sosiologi, antropologi, manajemen, dan disiplin ilmu sistem informasi, peneliti akuntansi masih bergerak lambat untuk menambah metode ini pada alat uji mereka. Secara tradisional,penelitian social network analysis sudah menyelidiki network dalam 3 cara : hubungan (connection) network yang memfasilitasi aliran sumber daya antar nod, ikatan (ties) antar nod yang mempengaruhi prilaku dan mendesak norma sosial, serta network mereka sendiri sebagai variabel independen dan dependen (Borgatti dan Foster,2003). Pada sesi berikut ini, kita menyediakan tinjauan singkat mengenai penelitian SIA pada hari ini jika sudah menggunakan social network analysis. Berikut ini melalui pertanyaan penelitian yang potensial dimana social network analysis menginformasikan keberadaan fenomena SIA.
Research on network enterprise
Peneliti akuntansi mengalami peningkatan minat dalam menguji dinamika hubungan inter-organisasi (inter-organization relation). Dalam menjawab dinamika perubahan perusahaan dan panggilan penelitian yang menyelidiki akuntansi dan pengendalian manajemen lintas batas organisasi (Hopwood, 1996), peneliti sudah mengembangkan pandangan mereka mengenai organisasi diluar perspektif hirarki tradisional untuk termasuk perusahaan jaringan (network enterprise). Network enterprise  meliputi dari anggota dengan tujuan independen jika bekerjasama dan koordinasi dalam usaha untuk membagi cost, gain access to resource, dan mempengaruhi common end (Mouritsen dan Thrane, 2006). Network enterprise bervariasi dalam ukuran dan ruang lingkup, dari konsultan kecil yang bekerjasama dan berkoordinasi untuk melakukan keterlibatan yang kompleks, sampai network dari lembaga regulator yang bersama – sama menetapkan standar akuntansi dan audit.  Social network analysis mengembangkan pandangan akademisi dari network enterprise sebagai kumpulan organisasi tradisional yang bersatu untuk mencapai tujuan bersama dengan memungkinkan pemeriksaan yang lebih rinci mengenai bagaimana posisi didalamnya, komposisi, dan hubungan (links) antara peserta jaringan (network participant) mempengaruhi penghasilan perusahaan (organizational outcomes).
Koordinasi dan pertukaran dalam network enterprise sering berbeda dari bentuk tradisional pada tata kelola perusahaan (governance), Daripada mengelola kegiatan ekonomi sebagai rangkaian transaksi yang panjang(arms-length transaction), pertukaran sering terjadi dalam jalinan hubungan sosial yang tertanam (embedded social relationship) (Uzzi, 1997; Malone,2004). Network Governance  menunjukkan jika pertukaran ekonomi ditandai dengan tingkat kepercayaan yang lebih tinggi, transfer informasi fine-grained antar patner dagang, dan pengaturan pemecahan masalah bersama (Jones et al,1997). Network enterprise memanfaatkan kontrol sosial (seperti membatasi akses ke jaringan (network), macroculture, sanksi bersama, dan reputasi) untuk menjaga terhadap oportunisme dan penyimpangan. Mekanisme pengawasan formal atau struktur hirarkis (Jones et al, 1997; Uzi, 1997).
Sebagai bentuk baru dari tata kelola organisasi, network enterprise mewakilkan lahan subur untuk penelitian akuntansi. Social network analysis menyediakan metode alternatif dengan menginvestigasi munculnya network enterprise dan menjelaskan hubungan (relation), koordinasi, dan kolaborasi mereka. Sebagai contoh, Richardson (2009) menggunakan social network analysis untuk menguji network  dari badan pengatur yang menyebarluaskan standar akuntansi dan audit, sedangkan Gulati dan Gargiulo (1999) menggunakan social network analysis untuk menjelaskan  munculnya network enterprise berdasarkan keberadaan ikatan (existing ties), posisi didalam aneka ragam network dan pengalaman sebelumnya.
Untuk peneliti akuntansi  yang sedang menyelidiki network fenomena perusahaan terkait , social network analyisis dapat membuktikan fruitful(buah) dalam menangani pertanyaan berikut :
·         Dalam network enterprise arrangements, seberapa efektifkah social controls pada pengelolaan pertukaran ekonomi (at managing economic exchange) ketika dibandingkan terhadap mekanisme tradisional yang digunakan dalam transaksi yang panjang (arms-length transaction) ?
·         Apakah konsekuensi ekonomi untuk organisasi yang terlibat dalam pertukaran yang ditandai dengan transaksi yang oanjang (arms-lenght transaction) sebagaimana yang dilakukan dalam konteks hubungan yang tertanam (context in embedded ties) ?
·         Bagaimana kekuatan ikatan (ties) antara patner dagang dalam network enterprise mempengaruhi prilaku pengambilan risiko atau pun penghindar risiko ?
·         Untuk organisasi yang ikut berpartisipasi dalam network enterprise, apakah ada tingkat optimal dari keterikatan (embeddedness) untuk menjaga terhadap risiko over-reliance (ketergantungan yang berlebihan)pada loyalitas berlebih pada anggota network ?

Research where accounting information systems are nodes

Secara tradisional, aktor – aktor (pelaku) dalam network  sudah dilihat sebagai entitas manusia (human entities) (individual, kelompok, organisasi). Meskipun, kebutuhan ini tidak selalu menjadi kasus. Network mungkin termasuk akton non manusia (nonhuman) seperti software, hardware, sistem informasi dan standar infrastruktur (Walsham, 1997). Apabila dilihat dari sudut pandang ini,  network , baik yang terdiri elemen manusia dan elemen non manusia mewakilkan struktur sosial yang stabil yang terdiri dari aktor yang kepentingannya telah diselaraskan. Kestabilan dari network dan variabilitas dalam pendapatan (outcomes) yang berteori menjadi  hasil dari bagaimana tujuan dijabarkan, sumberdaya yang didaftar, serta irreversibility dibangun dalam program aksi yang diusulkan (purposed course of action) (Callon, 1991; Latour, 1996; Walsham, 1997). Secara tradisional, metode kualitatif seperti case studies sudah digunakan untuk menyelidiki dan menjelaskan hubungan antara ”aktor”manusia dan “aktor”nonmanusia dalam network (see Bloomfield et al,1992; Bloomfield and Best, 1992; Preston et al, 1992; Walsham dan Sahay, 1999).
Akademisi kini mulai menerapkan social network analysis untuk menguji sistem informasi sebagai nod (simpul) dalam network.  Sebagai contoh, Kane dan Alavi (2008) mengunakan social network analysis utnuk menginvestigasi bagaimana “aktor”manusia dan sistem informasi berinteraksi secara setara dalam multi-modal network . Temuan mereka menunjukkan jika sentralitias sistem informasi (centrlity of information system) berdampak secara positif pada kualitas dan efisiensi pendapatan perusahaan (organizational outcomes). Sementara penggunaan social network analysis dalam cara ini adalah tahap awal pengaplikasian, hal ini tentu menjanjikan ketika dipasangkan dengan penelitian pada inter-organizational system (IOS) yang terhubung (link) mitra dagang.
Untuk peneliti SIA yang menganut pandangan jika sistem informasi (seperti sistem akuntansi) mewakilkan makna (significance)   “aktor” dalam jaringan yang terbangun secara sosial (socially constructed network), social network analysis menyediakan alat tambahan dalam menginvestigasi dampak  sistem informasi yang berinteraksi dengan node lain dalam network.  Pendekatan ini menggerakkan sistem informasi diluar dari apa yang dilihat dan dipelajari sebagai ikatan teknologi (electronic ties) antara nod dalam network, melainkan sebagai autonomous nodes dan powerful nodes  dalam network.
Mengingat pandangan mengenai sistem informasi sebagai nodes, penelitian bertujuan mengatasi pertanyaan penelitian berikut in yang dapat berkontribusi untuk literatur SIA :
·         Apakah sifat optimal (optimal nature) dan kekuatan ikatan (strength of ties) antara sistem informasi yang menghubungkan (linking) nod untuk memfasilitasi arus informasi atau untuk memilihara inovasi (foster innovation) ?
·         Bagaimana posisi sistem informasi dalam network mempengaruhi kompetitif dan keunggulan startegi (strategic advantages) ?
·         Bagaimana bisa sistem informasi yang  hubungan (link) nod membantu mengelola risiko yang berhubungan dengan transaksi, mengembangkan inovasi dan meningkatkan kolaborasi ?
·         Mampukah kita memprediksi perubahan dalam penggunaan dari sistem proses transaksi dan menghubungkan (related) pengendalian internal yang sudah terjadi, signaling adjustment  kepada proses bisnis dan praktek yang belum diidentifikasi atau didokumentasikan oleh salah satu auditor internal atau eksternal perusahaan ?

Research on connections/relations between human actors

Sejauh ini, penggunaan paling umum dari social network analysis di literatur akuntansi adalah menjadi alat untuk mengidentifikasi hubungan individual dan kelompok. Social network analysis sudah digunakan untuk menginvestigasi Dewan keanggotaan di organisasi (Conyon dan Muldoon, 2006), hubungan (connections) dan produktvitas akademisi akuntansi (Wakefield, 2008), komposisi dan hubungan (connection) dari advice network (McDonald dan Westphal,2003), sosialisasi dai staf auditor yang baru (Morrison,2002) serta, peran akuntansi dan ahli keuangana dalam pengambilan keputusan organisasi pada kondisi yang tidak pasti (Chapman,1998; Maquefa, 2008)
Ssementara penyelidikan ilmiah dalam lapisan ini menjadi yang paling produktif , penelitia atau studi di masa depan bisa menginformasikan pertanyaan berikut ini :
·         Bagaimana bisa komunikasi dan struktur koordinasi dalam unit kerja, divisi, perusahaan, dan asosiasi profesional dapat lebih terorganisasi secara efisien dan efektif ?
·      Bagaimana efektifitas ikatan (ties) dan hubungan (relationship) dalam mendorong atau mengecilkan praktek bisnis yang etis jika dibandingkan dengan praktek bisnis yang lebih formal dan tradisional (kode etik, pelatihan, ancaman sanksi ) ?
·     Bagaimana akuntansi dan personel audit  memposisikan diri mereka  lebih baik dalam organisasi untuk meningkatkan efektifitas,presepsi nilai(perceived value), akses ke sumberdaya, dan akses ke informasi kritis(critical information) ?

 
Social Network analysis to predict, detect, and present fraud

Baru – baru ini, akademisi sudah beranjak ke social netwwork analysisi sebagai alat untuk menginvestigasi satu dari kejahatan akuntansi (accounting crimes) dalam sejarah umat manusia :fraud.  Persimpangan (intersection) dari social network analysis relatif jatuh tempo (maturity), electronic data capture, dan kepentingan publik yang mencipatakan perfect storm dengan berbagai macam publikasi yang meluas mengenai skandal enron. catatan email(email records) dipanggilan dari departemen keadilan (departement of justice) dan kemudia dirilis sebagai “enron corpus”, telah memungkinkan peneliti untuk menyelidiki pola komunikasi dan koodinasi antara sejumlah aktor pada fraud ini. Usaha – usaha awal sudah membuktikan wawasan mereka menyarankan bagaimana komunikasi dan koordinasi pola berubah sebagai penipuan yang berkembang (Murshed et al, 2007).
Sementara, usaha awal menggunakan social network analysis  untuk menginvestigasi kecurangan yang sudah sebagian besar mengeksplor pada sifatnya, ada juga potensi utnuk menggabungkan komunikasi dan pertukaran teori dengan social network analysis untuk menyelidiki fraud dalam cara – cara sebelumnya yang belum dieksplor. Daripada menguji sederhana hubungan (relaionship) antara anggota di network, hal itu memungkinkan untuk menguji bagaimana fraud difasilitasi dengan berbagai jenis ikatan (ties) antara anggota pada social network, dan untuk mengidentifikasi karakteristik social structure  dalam seperangkat network yang mungkin memiliki pengaruh pada mitigasi atau melarang peluan untuk penipuan.
Peneliti SIA dan audit dapat melihat kepada beberapa teori yang mampu diaplikasi dari social physcology dan wilayah kriminologi untuk memahami lebih baik lahi mengenai bagaimana fraud   dipahami dan dilaksanakan melalui social network yang ada dalam organisasi atau pada batas dari organisasi antara pekerja dan klien. Sebagai contoh, social capital theory (Nahapiet dan Ghoshal, 1998) sudah diaplikasikan untuk mengungkap hubungan negatif (negative relationship) antara social capital dan aktivitas kriminal dalam sebuah komunitas (Katz, 2002). Sampson dan Laub (1993), Katz (1999) dan Katz (2000) mendemonstrasikan apabila social capital  naik dalam komunitas, tidak hanya desistence (berhenti) dari kejahatan lebih mumgkin terjadi, tetapi juga kapasitas untuk bersikap empati antar anggota komunitas meningkat. Membangun diatas  pemahaman ini dan menerapkannya pada konteks criminal networks mungkin mengijinkan kita untuk memahami bagaimana anggota komunitas terlibat dalam komunikasi dan aktivitas lainnya yang  meningkatkan social capital  yang tersedia dalam masyarakat dan kemudian, membangun rintangan untuk prilaku yang mendorong peluan penipuan, atau yang berbahaya bagi komunitas.
Barangkali cara pandang teoritis lebih menarik dari sesuatu yang untuk memeriksa jaringan penipuan yang disediakan oleh social disorganization theory, yang atribut criminal behavior  untuk memecahkan hubungan komunal (communal relationship)  yang secara tradisional memelihara sikap saling menguntungkan antara anggota komunitas. Pertama kali dibangun oleh Shaw dan Mckay (1969), social disorganization theory  menyarankan bahwa interaksi antara anggota komunitas menjadi kurang frekuensinya, kurang tersturktur, kurang bermanfaat bagi masyarakat, melemahnya kontrol sosial yang berfungsi untuk  memperngaruhi tindakan anggota, sehingga menghasilkan peluang untuk prilaku lalai atau kriminal. Dalam hal aplikasi langsung untuk kegiatan fraud, social disorganization theory menyarankan jika social network yang terbatas dalam hal ikatan kuat (strong ties) antara anggota yang lebih mungkin untuk menjadi penuh dengan kejahatan. Anggota pada tie network yang melemah, jika diberikan kesempatan dan tekanan, diposisikan untuk mengeksploitasi kekurangan dari kontrol sosial saat ini dalam network dan merasionalisasi prilaku mereka sesuai denan gambar 2 untuk menggambarkan hubungan(relationship) ini.
Aplikasi yang berpotensi menguntungkan lainnya dari social disoragnizational theory untuk menguji keterkaitan fraud criminal network memperhatikan identifikasi dan pemahaman dari struktur kolusi (collussion structure) antar anggota social network. Social exchange theory  berpendapat jika semua pertukaran, termasuk social exchange, wilayah subjektif cost-benefit analysis dalam membandingkan alternatif (Cook,1991). Asumsi utama mendasari mengapa individual ter;ibat dalam social exchange termasuk di antisipasi timbal balik (reciprocity) dan keuntungan yang diharapkan dalam reputasi, pengaruh, dan imbalan lainnya. Sementara struktur jaringan padat (dense network structure) memfasilitasi aliran informasi tentang reputasi dan tindakan aktor, adanya ikatan jaringan kuat (strong network ties) juga tinggi dalam harapan obligasi dan timbal balik (reciprocity), kemungkinan termasuk obligasi untuk terlibat didalam dan mendukung aktivitas kriminal (criminal activity). Meskipun hanya secara tidak langsung  didukung dengan bukti dari Enron email corpus (Murshed et.al, 2007), potensi untuk hubungan kurva linier (curvilinear relationship) antara aktivitas sosial dan sturktur aktivitas kriminal (criminal activity structure) yang ada, dimana adanya kekurangan pada hasil ikatan sosial (social ties results) dalam aktivitas kriminal individual (individual criminal activities) dalam network, tetapi berlebih pada ikatan sosial (social ties) yang mengarah ke kolusi antar kecendrungan kriminal (criminal-inclined). Lihat gambar 3 untuk menggambarkan hubungan (relationship) potensial ini. Penelitian eksploratori diwilayah ini terbukti bermanfaat.
Sementara literatur yang ada melibatkan social disorganization theory (teori disorganisasi sosial) secara utama berkonsentrasi pada penjelasan prilaku kriminal (criminal behavior) dalam lingkungan dan social network yang terjadi di dalam ruang fisik, kita percaya jika aplikasi dari teori ini untuk penyelidikan fraud dan pencegahan dalam digital social networks (jaringan sosial digital)merupakan sesuatu yang dapat dibenarkan. Pada area yang siap untuk dapat digunakan penelitian masa depan adalah penyelidikan fraud dan kriminal di digital social networks, seperti Facebook, Twitter, dan komunitas online lainnya, dan bagaimana mengikat (ties) kekuatan  yang berbeda antara elektronik dan hubungan komunitas fisik. 


 
 
Wilayah  lain dari penelitian yang social network analysis adalah dimasukkannya (inclusion) karakteristik bersama antara para pelaku dalam dyad, bukan hanya mengenai pola transaksi, untuk membantu mengidentifikasi fraud. Sebagai contoh, penggunaan electronic trace data dari sistem informasi akuntansi, social network analysis dapat mengungkap wilayah  transaksi kepadatan tinggi (area of high density transaction), transaksi kepadatan rendah (area of low density transaction) dan transaksi antar nod yang terikat dekat (closely tied) versus yang jarang terhubung atau terbagi beberapa atribut umum yang mungkin memiliki potensi untuk mengidentifikasi pola dari aktivitas penipuan.

Conclusion
Pada seksi 3, kita menyediakan ikhtisar dari penelitian akuntansi saat ini yang menggunakan social network analysis, dari pengujian ini, muncul ada tiga literatur yang berbeda : transaksi dan mekanisme kontrol dalam konteks dinamika inter-organisasi (context of inter-organizational dynamics), network dimana sistem akuntansi dilihat sebagai nod dan hubungan (connection) antara aktor manusia dalam konteks akuntansi. Dari aliran ini, kita menyajikan serangkaian pertanyaan penelitian yang berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan pada wilayah ini dan social network analysis diposisikan secara unik untuk menginformasikan dalam waktu dekat. Pada seksi 4, kita berdiskusi satu dari sekian contoh secara mendalam, untuk menyediakan wawasan yang lebih dalam tentang bagaimana social network analysis dapat diaplikasikan dalam konteks deteksi penipuan dan investigasi.
Sementara social network analysis menyediakan kesempatan untuk pengembangan dan kontribusi pada aliran penelitian yang disebutkan diatas, kita akan lalai jika kita tidak memperluas diskusi kita tentang bagaimana social network analysis  dapat dimanfaatkan untuk menginformasikan wilayah yang menarik kepada peneliti SIA. Pada akhir ini, kita melihat topik biasanya dibahas international Journal of Accounting Information System  untuk wilayah dimana social network analysis menyediakan perbedaan manfaat diatas metode yang lain dan menumbuhkan pemahaman yang lebih baik dari ini. Meskipun ada banyak topik dimana kita merasa metode ini terbukti fruitful (membuahkan hasil), kami fokus pada tiga topik yang merasa paling menjanjikan :
Control and Auditability of information system
Sejak Sarbanes Oxley Act of 2002, peneliti – peneliti akuntansi sudah berfokus sekali lagi pada masalah investigasi sekitar pengawasan dan akuntanbilitas sistem informasi. Kepentingan tertentu sudah mengevaluasi sifat dan efektifitas dari lingkungan pengendalian (control environment) (Bowen et al, 2007; Klamm dan Watson, 2009; Bart dan Turel, 2010). Lingkungan pengendalian  (control environment) menggambarkan dasar ataupun fondasi untuk sistem  organisasi dari pengendalian internal dan termasuk nilai etis manajemen dan integritas, struktur organisasi dan otoritas serta laporan (COSO,1992).
Social network analysis dapat membuktikan manfaat untuk penelitian yang bertujuan mendapatkan pemahaman yang lebih baik akan sifat (nature) dan efektifitas dari lingkungan pengendalian (control environment) sebagaimana keseluruhan sistem dari pengendalian internal. Contohnya, hal ini dapat digunakan
·         Sebagai metode untuk menguji komunikasi dan koordinasi antara key stakeholder  yang penting untuk mengidentifikasi dan mengendalikan risiko (seperti auditor, anggota komite audit, risiko kepemilikkan, dan manajemen)
·         Sebagai metode untuk menguji efektifitas mekanisem koordinasi tertulis dalam struktur organisasi serta mekanisme koordinasi informal
·         Sebagai metode untuk menguji efektifitas pengendalian tradisional (seperti pemisahan tugas, persetujuan, dan membatasi akses)dibandingkan kepada kontrol sosial yang telah tertanam dalam menjalin hubungan (relationship)

Electronic dissemination (penyebaran) of Accounting information
Informasi dari sistem akuntansi dan proses transaksi merupakan komponen penting dari perencanaan budget dan pengendalian manajemen (management control). Agar informasi ini berguna, informasi harus dapat diakses oleh pengambil keputusan dalam format yang tepat dan tepat waktu. Namun, seringkali susah untuk mengidentifikasi yang aktor memerlukan informasi tertentu, terutama dalam organisasi yang tersebar secara global  atau network enterprises dengan pemangku kepentingan yang beragam. Sebagaimana penjelasan sebelumnya, aktor dapat berupa individual, unit kerja, organisasi, badan regulasi atau informasi sistem lainnya.
Social network analysis   menyediakan pendekatan metodelogi berguna untuk menguji interconnections antara aktor yang berbeda dan bagaimana hubungan (lingkages) dapat menginformasikan pertanyaan sekitar yang aktor butuhka informasi akuntansi dan dalam format seperti apa. Sebagai contoh,
·         Sebagai metode untuk menguji arus informasi antara hubungan (lingkages) dalam sistem inter-organizational yang menghubungkan networked enterprise.
·         Untuk mengidentifikasi apakah key information disimpan /terjaga kerahasiaanya atau ditransfer melampaui batas organisasi
·         Sebagai metode untuk mengidentifikasi key source dari informasi akuntansi sebagaimana konsumer informasi ini.
Organizational/Social perspectives on impact technology on accounting
Penelitian terdahulu sudah mendemonstrasikan apabila jaringan informal tambahan (informal network augment) atau menggantikan hirarki resmi sehubungan dengan berbagi pengetahuan. Perluasan penelitian bertujuan pada pemahaman penyebaran dari innformasi akuntansi yang akan lebih mengeksplorasi dan kepada siapa orang mencari saran dan keahlian. Sementara Murthy dan Taylor’s (2009) berusaha pada pengujian praktek membagi pengetahuan (knowledge sharing practices) pada pendidikan akuntansi yang menggunakan komputer dan multimedia (AECM/Accounting Education using Computer and Multimedia) daftar email (Email list) mengambil langkah pertama, penyelidikan lebih lanjut dalam network bertujuan pada menghubungkan (connecting)keahlian, seperti American Accounting Association, AAA umumnya, berfungsi untuk mejembatani jarak antara formal network dan informal network.
Social network analysis  menyediakan pendekatan baru untuk lebih mengeksplor bagaimana akuntansi dan pengetahuan proses bisnis (business process knowledge) tersebar melintasi batas – batas organisasi atau profesional, sebagaimana memahami prilaku dalam hal itu diakses. Sebagai contoh
·         Sebagai metode untuk mengidentifikasi lokasi keahlian dalam dan diluar hirarki tradisional dan struktur organisasi.
·         Sebagai metode untuk mengidentifikasi informal expertise networks dan menyediakan wawasan bagaimana orang melakukan pekerjaan mereka.
·         Sebagai metode untuk membantu dalam desain sistem yang bertujuan pada menghubungkan orang dengan keahlian
·         Sebagai metode untuk menjelaskan atribut dari individual dan kelompok pentiing (group critical) untuk pengendalian internal, penyebaran, dan penciptaan akuntasi yang terkait informasi, dan kebijakan serta standar.
Untuk menyimpulkan, tujuan artikel ini adalah untuk menyajikan social network analysis sebagai metode alternatif yang memiliki potensi yang tinggi untuk mengembangkan penelitian SIA. Social network analysis fokus pada pola ikatan (ties) yang menghubungkan nod dalam network, dan menekan (emphasizes) yang pola hubungan (pattern of relationship) dan ciri khas dyad (characteristic of dyad) mempengaruhi prilaku dari anggota jaringan (network members). Sementara kebanyakan penelitian terdahulu menggunakan social network analysis sudah memfokuskan pada dinamika jaringan (network dynamics) dalam menghadapi jaringan (face to face network), kemajuan dalam informasi dan teknologi komunikasi, terutama sistem informasi akuntansi, membuka kemungkinan baru untuk jenis struktur jaringan (network structures) dan pertanyaan penelitia (research question) yang dapat diinvestigasi. 
*****

 Thank u udah datang ke blog ini ya ^^ see u
Jagung di rumah Bintoro (2012)