RINGKASAN JURNAL
ARE
NONFINANCIAL MEASURES LEADING INDICATORS OF FINANCIAL PERFORMANCE ? AN ANALYSIS
OF CUSTOMER SATISFACTION ?
Pendahuluan
Jurnal ini menguji 3
pertanyaan mengenai relevansi nilai dari pengukuran kepuasan pelanggan (customer satisfaction performance/CSI). 3
pertanyaan tersebut meliputi :
1.
Apakah customer satisfaction measure membawa indikator kinerja akuntansi ?
2.
Apakah nilai ekonomi dari kepuasan
pelanggan mencerminkan nilai buku akuntansi kontemporer ?
3.
Apakah dengan adanya customer satisfacton measures menyediakan
informasi tambahan baru bagi pasar saham ?
Pengembangan dibidang
kualitas, kepuasan konsumen (customer
satisfaction) dan pekerja, serta inovasi yang mewakilkan investasi pada
aset khusus di perusahaan merupakan sesuatu yang belum bisa dijangkau dengan
pengukuran akuntansi saat ini. Bedasarkan beberapa penulis menyatakan apabila
indikator non-keuangan pada aset tak berwujud (intangible) dan pengukuran keuangan tambahan dalam sistem akuntansi
internal, akan menjadi prediktor kinerja yang lebih baik daripada pengukuran
akuntansi historikal.
Beberapa penelitian
terdahulu seperti Wallman (1995),Edvinsson dan Malone (1997) serta Stewart
(1997) mengungkapkan apabila pengungkapan informasi non keuangan akan mengantar
pada nilai perusahaan. Salah satu pengukuran non keuangan adalah kepuasan
pelanggan (customer satisfaction).
Penelitian ini menguji customer satisfaction dalam 3 tingkatan
: pelanggan (customer), uit bisnis (business-units), dan data tingkat
perusahaan (firm level data). Pada
pengujian tingkat pelanggan, peneliti menyediakan bukti berdasarkan asumsi dasar Asumsi dasar ini menyatakan apabila future-period retention (ingatan periode
jangkan panjang) dan pendapatan yang tinggi untuk memuaskan pelanggan, membuat customer satisfaction measures membawa indikator dari kinerja akuntansi.
Untuk tingkat unit
bisnis, peniliti mengembangkan analisis dengan menguji implikasi biaya dan
keuntungan dari kepuasan pelanggan. Pada tingkat unit bisnis, juga diuji
kemampuan pengukuran kepuasan unit bisnis untuk memprediksi kinerja akuntansi
dan pertumbuhan pelanggan. Pada akhirnya, pengujian penilaiai tingkat
perusahaan dan peristiwa penyelidikan
menguji apakah customer satisfaction
measures menyediakan informasi pada pasar saham diluar informasi yang
mengandung nilai buku akuntansi saat ini.
Penelitian ini
menemukan hubungan positif dan signifikan antara customer satisfaction measures dan kinerja akuntansi di masa depan
secara umum. Namun , banyak hubungan yang tidak linier (nonlinier) dengan beberapa bukti dari berkurangnya manfaat kinerja
pada tingkat kepuasan yang tinggi. Customer
satisfaction measures relevan terhadap
nilai buku secara ekonomis. Peneliti juga menemukan apabila kemunculan pengukuran
jenis ini secara statistik berhubungan dengan berlebihnya pengembalian pasar
saham setelah sepuluh hari sejak periode
pengumuman, dimana menyediakan sejumlah bukti apabila pengungkapan customer satisfaction measures menyediakan
informasi mengenai pasar saham pada aliran kas yang diharapkan di masa akan
datang (expected future cash flow).
Pembahasan
Literatur
Penekanan pada nonfinancial customer satisfaction measures
dimotivasi dengan adanya persepsi ketiadaan informasi yang menjadi kunci pada
nilai perusahaan. Pada literatur pemasaran, tingginya kepuasan pelanggan akan
mengembangkan kinerja keuangan dengan meningkatkan loyalitas pada pelanggan, mengurangi elastisitas harga,
rendahnya biaya marketing dengan iklan dari mulut ke mulut, pengurangan biaya
transaksi dan peningkatan reputasi perusahaan. Namun pencapaian kepuasan
pelanggan yang tinggi tidak bisa lepas
dari biaya. Para teoris di ilmu ekonomi berpendapat jika kepuasan pelanggan
merupakan fungsi dari pelengkap produk atau jasa. Peningkatan utilitas
pelanggan membutuhkan tingginya tingkat pelengkap dan biaya tambahan khususnya
pada tingkat kepuasan.
Menurut Ross dan
Georgoff (1991), meskipun kurang setuju pada hubungan khusus antara kepuasan
pelanggan dan kinerja keuangan, sebagian besar perusahaan menggunakan bentuk customer satisfaction measures. Beberapa
penelitian terdahulu mencatat adanya kenaikan penggunaan customer satisfaction measures dalam perencanaan startegi
perusahaan.
Namun sebuah survei
dari wakil presiden mengenai kualitas pada sebagian besar perusahaan di Amerika
Serikat, menemukan hanya 28% perusahaan yang mampu menghubungkan customer satisfaction measures terhadap
pengembalian akuntansi dan hanya 27% perusahaan yang dapat menghubungkan
terhadap pengembalian saham. Hal ini dikarenakan terdapat dua masalah utama
dalam mengimplementasikan inisiatif kepuasan pelanggan (customer satisfaction initiatives):
1.
Menghubungkan kepuasan pelanggan (customer satisfaction) dengan
profitabilitas
2.
Memahami poin mengenai berkurangnya
pengembalian (diminishing returns)
untuk inisiatif kepuasan pelanggan (customer
satisfaction initiatives).
Beberapa penelitian
dilakukan untuk menguji antara tingkat kepuasan pelanggan dan profitabilitas.
Arthur Andersen&Co (1994,pp.1) menyatakan asumsi mengenai keuntungan yang
pasti mengalir dari kepuasan pelanggan merupakan sesuatu yang tidak dapat
dipegang/dipertahankan. Kebalikan dengan perkataan Arthur, Anderson, Fornell
dan Lehmans (1994) menyatakan dampak kinerja dari kepuasan pelanggan pada 77
perusahaan di Swedia mendukung hipotesis apabila kepuasan pelanggan berhubungan
positif dengan pengembalian akuntansi kontemporer (contemporaneous accounting return) pada investasi, setelah
pengendalian atas pengembalian yang lalu. Hasi penelitian yang tidak konsisten
ini bisa dipengaruhi oleh pertanyaan yang termasuk dalam pengukuran kepuasan.
Bukti yang bervariasi
juga eksis pada sejauhmana customer
satisfaction measures menyediakan nilai informasi yang relevan diluar isi
laporan akuntansi masa kini. Penelitian Mavrinac dan Siesfeld (1997) menemukan
apabila investor lembaga memperingkat indeks kepuasan pelanggan dan menemukan
hanya 11 item yang berguna pada pengukuran non keuangan. Selain itu, peneliti
menemukan investor yang berpartisipasi memilih pengukuran kepuasan pelanggan
yang tidak berbobot dalam menilai perusahaan.
Terkait dengan
peneilitan diatas, Aaker dan Jacobson
(1994) menguji hubungan antara pengembalian saham dan persepsi pelanggan
mengenai kualitas brand. Peneliti
menemukan hubungan positif antara persepsi kualitas brand dan pengembalian saham setelah pengendalian atas pengembalian
akuntansi yang tidak diharapkan (unexpected
accounting returns).
Kesimpulan, penelitian
empiris terdahulu menyediakan beragam bukti pada relokasi antara indeks
kepuasan pelanggan dan kinerja keuangan, dan tidak ada bukti apakah ada
pengurangan atau pengembalian negatif (negative returns) pada kepuasan
pelanggan. Yang lebih penting, penelitian terdahulu menawarkan tidak satupun
dukungan atas klaim apabila customer
satisfaction measures menyediakan informasi tambahan terhadap pasar saham
pada prospek keuangan masa depan perusahaan.
Customer-Level
Analysis
Analisis awal menguji
apakah tingkat kepuasan saat ini atas individual
customer berhubungan dengan perubahan perilaku pembelian di masa yang akan
datang dan pendapatan perusahaan. Asumsi dasar dari customer satisfaction measurement adalah semakin tinggi tingkat
kepuasan akan mengembangkan kinerja keuangan masa depan dengan kenaikan pendapatan
dari keberadaan pelanggan.
Pengujian ini dilakukan
pada sebagian besar perusahaan telekomunikasi yang terbagi menjadi usaha kecil
yang berkompetisi di pasar lokal. Perusahaan ini memiliki 450.000 pelanggan. Pada
tahun 1995, rata – rata pelanggan memiliki penjualan sebesar 230.000 dollar
dengan median sebesar 175.000 dollar. Perusahaan yang diuji juga telah berada di usaha ini selama 8 tahun. Analisis
ini menyediakan pengujian awal dari
kemampuan customer satisfaction
measurement untuk memprediksi kinerja akuntansi masa depan dan sama
terhadap prosedur yang digunakan oleh perusahaan untuk mengembangkan strategi
pemasaran baru dan rencana untuk customer
individual.
Perusahaan mengukur
kepuasan pelanggan untuk sampel acak (random
sample) dari 2.491 pembelian jasa khusus pada tahun 1995. Indeks kepuasan
pelanggan (CSI/Customer satisfaction
index) berdasarkan 3 pertanyaan yang menilai :
(1)
Keseluruhan kepuasan dengan jasa
(2)
Sejauhmana jasa sesuai dengan yang
diharapkan, apakah kurang dari harapan atau lebih dari harapan
(3)
Seberapa baik jasa dibandingkan dengan
jasa yang diidealkan.
Indeks ini dikonstruksi
menggunakan PLS (Partial Least Square)
untuk menimbang ketiga item dimana menghasilkan index yang memiliki korelasi
maksimum dengan akibat ekonomi dimasa yang akan datang. Akibat ini meliputi
minat beli balik, toleransi harga , rekomendasi pembeli, dll.
Peneliti menilai
perilaku pembelian di masa datang pada retention
rate, pendapatan , dan perubahan pendapatan yang terjadi dalam kurun waktu
1995 – 1996. Retention rate digunakan untuk menguji klaim apabila kepuasan
pelanggan kurang , maka pelanggan cenderung pindah ke kompetitor atau berhenti
menggunakan produk perusahaan. Tingkat pendapatan (revenue level) menguji apakah pelanggan yang puas membeli lebih banyak daripada
pemebli yang kurang puas. Sedangkan pengujian perubahan pendapatan menguji apakah
pelanggan pada tingkat kepuasan tertinggi meningkatkan pembelian. Namun jika
tingkat kepuasan pelanggan hanya cenderung membeli jasa, namun sudah terisi
permintaan mereka. Maka tingkat pendapatan akan meningkat namun pertumbuhan
pendapatan akan nol.
Untuk customer retention dikode untuk pelanggan tahun 1995 yang membeli
kembali pada tahun 1996. Disini, terdapat gap sebanyak setahun dikarenakan
pelanggan mentanda tangani kontrak tahunan. Untuk pendapatan diukur pada tahun
1995 dan 1996. Banyak faktor selain tingkat kepuasan , mempengaruhi perilaku
membeli pelanggan. Sehingga dibutuhkan 2 variabel kontrol. Variabel tersebut
meliputi : ukuran perusahaan (size)
dan umur pelanggan(age).
Pengujian regresi
linier menghubungkan antara nilai CSI tahun 1995 dan customer retention,tingkat pendapatan, dan perubahan pendapatan ditahun 1996. Ketiga
model ini berhubungan signifikan namun memiliki kekuatan penjelasan yang rendah
(bisa dilihat dari nilai R2 yang hanya berkisar 1.3% sampai 4.9%).
Sehingga bisa dikatakan masih banyak variabel yang mempengaruhi tingkat
kepuasan pelanggan.
CSI berhubungan positif
signifikan terhadap customer retention,
tingkat pendapatan, dan perubahan pendapatan. Hal ini mendukung pernyataan
apabila customer satisfaction measures
merupakan sesuatu yang bersifat prediktif mengenai perilaku pembelian pelanggan
lanjutan (predictive of subsequent
customer purchase behaviour). Untuk variabel kontrol, tingkat pendapatan
meningkat sejalan dengan ukuran perusahaan dan retention meningkat sejalan dengan umur pelanggan.
Jika diatas merupakan
pengujian dengan persamaan linier, maka selanjutnya menggunakan pengujian
nonlinier. Fungsi nonlinier menghubungkan customer
retention, tingkat pendapatan dan perubahan pendapatan untuk dikembangkan
menggunakan regresi nonparametrik. Metode ini dikembangkan oleh Box dan Cox
(1964), yang mencocokkan model regresi nonlinier tambahan terhadap kriteria dan
variabel prediktor.
Pada gambar 1
menunjukkan apabila rata – rata retention
pada tahun 1996 meningkat pada CSI tahun 1995. Sebagai contoh, apabila CSI
berada dititik 30 di tahun 1995, maka prediksi retention rate di tahun 1996 sebesar 64%. Plot digambar juga
menunjukkan apabila CSI mencapai titik 70 tidak mampu lagi meningkatkan retention ratenya.
Pada gambar 2
menunjukkan hubungan CSI tahun 1995 dan
prediksi pendapatan dalam dollar pada tahun 1996. Pergerakan CSI dari
titik 40 ke 60 , mampu meningkatkan prediksi pendapatan sebesar $400 per tahun.
Hampir sama dengan retention rate,
fungsi pendapatan juga menunjukkan “perbedaan” langkah atau arah pada titik
CSI 70. Walau memiliki perbedaan langkah
pada titik 70 seperti retention rate,
untuk prediksi tingkat pendapatan bisa lanjut untuk meningkat sampai titik
maksimal CS, 100.
Pada gambar 3
menunjukan fungsi menghubungkan perubahan pendapatan (revenue changes) terhadap prediksi perubahan pendapatan dari tahun
1995 ke tahun 1996. Prediksi perubahan pendapatan memiliki arah negatif
dikarenakan kerugian dari pelanggan yang ada pada tingkat semua kepuasan. Prediksi
perubahan pendapatan meningkat sampai CSI mencapai titik 80. Selepas dari titik
CSI 80, maka tidak dihasilkan kembali perubahan pendapatan. Ini menunjukkan
rata – rata reduksi pendapatan untuk
pelanggan saat turun apabila kepuasan meningkat.
Untuk pembuktian
selanjutnya, peneliti membentuk 10 portfolio berdasarkan CSI pelanggan dan
membandikngkan mean retention rate,
tingkat pendapatan dan perubahan pendapatan pada setiap desil yang menggunakan metode general
linier model (GLM). Pendekatan portfolio membuat tidak satupun asumsi
mengenai fungsi bentuk yang mendasati hubungan. Sebaliknya, GLM menjalankan
pengujian analisis varians dari perbedaan dalam mean antar portfolio setelah dikontrol oleh ukuran perusahaan dan
umur. Uji GLM menyediakan sejumlah bukti´”threshold” kepuasan pelanggan yang
harus dicapai sebelum pelanggan mengubah perilaku membeli mereka.
GLM menunjukkan hasil
apabila hubungan antara CSI dan retention
rate diciri khas kan dengan beberapa
”threshold” kepuasan pelanggan yang harus dicapai sebelum kenaikan retention rate . Untuk retention rate, titik terendahnya pada
desil 1 dengan angka sebesar 60% (0.60). Desil 2 -5 memiliki retention yang lebih tinggi dari desil
1. Titik retention tertinggi terletak
pada desil 6 dengan angka sebesai 81% (0.81). Sedangkan desil 7 -10 memiliki retention rate yang lebih tinggi dari desil 1- 5 namun
dibawah desil 6. Ini menunjukkan adanya pernyataan yang berlawanan apabila retention pelanggan dimaksimalkan ketika
nilai kepuasan berada di tingkat tetinggi.
Tingkat pendapatan juga
menunjukkan rangkaian “threshold” kepuasan. jumlah terendah dari mean tingkat pendapatan 1996 berada di
desil pertama. Pendapatan secara marginal tinggi tetapi seara statistik sama
dengan desil 2 dan 3. Jumlah tertinggi pada mean
tingkat pendapatan berada di desil 9 sebesar $ 3188.14.
Untuk perubahan
pendapatan, titik terendah pada desil pertama sebesar – 38% (-0.38). Pada
desil kedua dan kelima memiliki
perubahan pendapatan yang lebih tinggi dari desil pertama. Perubahan pendapatan
tmeningkat secara signifikan di desil 6 sebesar
- 12 %(-0.12). Bukti – bukti
diatas menunjukkan jika retention dan
pertumbuhan pendapatan bermanfaat dari pengembangan customer satisfaction diminished pada tingakt kepuasan tertinggi.
Penjelasan potensial
lainnya untuk hasil tingkat pelanggan adalah penggunaan PLS untuk mengkomputasi
pengukuran kepuasan. PLS merupakan pengukuran yang paling sering digunakan oleh
banyak perusahaan. peneliti menguji 6 tamabahan customer satisfaction measures. Ada “top-box” yang mewakilkan
jawaban pelanggan untuk memberi skala atas pertanyaan tunggal atas kepuasan
mereka pada pelayanan. Kedua, ada “top two box” yang hampir sama dengan pertanyaan
“top box”. Perbedaan terletak pada jumlah skala yang digunakan.
Ketiga, adanya SCI (Secure customer index) yang mengukur
loyalitas pelanggan. Keempat, ada single
question yang jawaban pelanggan atas pertanyaan tunggal pada keseluruhan
kepuasan dalam jasa. Komponen pengukuran kelima, equally weighted merupakan
respon standarisasi bobot secara sama pada pertanyaan. Komponen terakhir,first
principal component yang merupakan faktor komponen utama pertama yang
menilai atas ketiga pertanyaan kepuasan. Untuk hasil pengujian PLS menunjukkan
jika pilihan customer satisfaction
measures memiliki dampak kecil pada signifikansi dari koefisien kepuasan
pelanggan.
Business-Unit
Analyses
Meskipun pengujian
tingkat pelanggan mengindikasikan jika customer
satisfaction measures memprediksi perilaku pembelian selanjutnya, namun
pengujian menyediakan tidak satupun pembuktian pada hubungan cost atau profit dengan tingginya tingkat kepuasan.
Peneliti selanjutnya akan mengembangkan analisis untuk menguji sejauhmana customer satisfaction measures pada unit
bisnis memprediksi kinerja akuntansi dimasa yang akan datang dan jumlah
pelanggan.
Pengujian ini
menggunakan data dari 73 cabang bank dari negara bagian barat Amerika serikat.
Bank relatif merupakan pendatang baru diwilayahnya dan menghadapi kompetisi.
Untuk mencapai tujuan startegisnya, perusahaan sudah membuat satu kepuasan
pelanggan dari 5 ‘komando’ perusahaan. Kepuasan pelanggan menilai bentuk
sebagian besar komponen evaluasi kinerja kuartalan dan bonus untuk manajer
level cabang dan atas.
Perusahaan menghitung customer satisfaction measures secara
kuartalan berdasarkan rata – rata dari survei tiga bulanan dari 25 pelanggan
per cabang. CSI terdiri dari 20 item. Bobot item yang paling banyak, sebesar
45% ,berkisar kualitas keseluruhan yang diberikan kepada pelanggan yang
dibandingkan dengan harapan pelanggan. Untuk kualitas teller secara
keseluruhan, 6 item tambahan untuk teller,
6 item pada pekerja non teller, kualitas ATM yang dibandingkan dengan jasa idealnya, serta
3 item tambahan mengenai ATM , masing – msaing memiliki bobot sebesar 7.5% . Untuk 1 item pengukuran masalah
sebesar 10%.
Perusahaan menyediakan
data mengenai kepuasan pelanggan dan akuntansi untuk kuartal ketiga tahun 1995
sampai kuartal kedua tahun 1996. Peneliti menggunakan 6 variabel kinerja, yaitu
: revenues, expenses, margin, retrun on
sales, retail customer, dan business
and professional customer. Ke enam variabel ini digunakan untuk mewakilkan
kinerja perusahaan. Persamaan yang digunakan :
Dari persamaan diatas,
CSI merupakan indeks kepuasan pelanggan cabang. Past Perf merupakan nilai
variabel dependen dalam periode sebelumnya. t
menunjukkan waktu kuartal ketiga dan keempat pada tahun 1995. t + 1 menunjukkan waktu kuartal satu dan
dua tahun 1996. Untuk mengontrol faktor lain yang mempengaruhi kinerja
akuntansi, maka digunakan retail dan B&P.
Untuk menilai apakah
cabang dengan tingkat kepuasan yang lebih tinggi memiliki pelanggan pendapat
per pelanggan yang lebih, peneliti menguji hubungan tingkat CSI pada kuartal
ketiga dan keempat pada tahun 1995 dan tingkat akuntansi serta pelanggan pada
kuater berikutnya (PANEL A). CSI hanya memilliki hubungan positif yang
signifikan terhadap pendapatan dan B&P. Hal ini membuktikan jika tingginya
tingkat kepuasan pelanggan memiliki dampak tidak langsung pada kinerja
akuntansi dengan menarik pelanggan baru.
Model
persamaan diatas juga menguji apakah cabang dengan tingkat kepuasan yang tinggi
berpengalama dalam mengembangkan kinerja akuntansi dan pertumbuhan pelanggan
(PANEL B). CSI berhubungan positif dengan margin dan ROS. Persentase perubahan
pada pelanggan retail memiliki hubungan positif dengan perubahan di setiap
pengukuran akuntansi. Untuk koefisien Past Perf bernilai negatif pada setiap
model kinerja keuangan , yang
menyiratkan kebalikan dari kinerja akuntansi.Pemandangan |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar