Perkembangan Konsep Balanced Scorecard
(ulasan singkat dan awam)
oleh marisa eka prasetyawati
Pengukuran kinerja merupakan salah satu aspek
penting dalam perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan termotivasi untuk selalu
mencari pengukuran yang terbaik untuk perusahaan. Pada awalnya, pengukuran perusahan hanya
berkisar pada perspektif keuangan. Namun semakin lama, baik praktisi maupun
akademisi menemukan apabila pengukuran kinerja tradisional tidak mampu untun
membuat keputusan saat ini (Malina &
Selto, 2001).
Pada tahun 1992, Kaplan dan Norton memperkenalkan
pengukuran kinerja terbaru yang mampu mengukur kinerja perusahaan secara
menyeluruh. Pada awal kemunculannya balanced
scorecard dianggap sebagai alat pengendalian stategis (Mooraj, Oyon,
& Hostettler, 1999). Balance Scorecard menawarkan kepada
atasan , kombinasi pengukuran kinerja non-keuangan dan keuangan. Balanced
Scorecard secara eksplisit fokus pada pembuatan
keputusan dan outcomes, maka Balance
Scorecard cenderung digunakan untuk memandu startegi perkembangan, implementasi,
dan komunikasi (Malina &
Selto, 2001). Hal ini
mengakibatkan banyak perusahaan yang ingin menerapkan balanced scorecard.
Namun, tidak semua perusahaan berhasil menggunakan
balanced scorecard. Hal ini pun
menarik perhatian peneliti untuk meneliti lebih jauh mengenai balanced scorecard. Sehingga bisa
dikatakan Balanced Scorecard merupakan
salah satu topik yang perkembangannya paling signifikan diakuntansi manajemen
(Atkinson et.al, 1997). Pada saat ini
banyak sekali penelitian mengenai balanced
scorecard baik di Indonesia maupun di luar negeri dengan beragam topik.
Seperti Chan & Chan (2004) yang meneliti balance
scorecard di sektor publik dan Nurosidah &
Purnomosidhi (2008) yang meneliti balanced
scorecard di Rumah Sakit.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perkembangan konsep balanced scorecard
sejak dari awal kemuculannya sampai saat ini. Penelitian ini mencoba untuk
menjabarkan perkembangan konsep balanced
scorecard berdasarkan jurnal ,
artikel , dan rangkuman yang dipublikasikan oleh Robert S.Kaplan dan
David.P.Norton, sebagai pencetus balanced
scorecard. Agar menambah informasi mengenai penelitian balanced scorecard , maka digunakan artikel lainnya dengan tema
efektifitas balanced scorecard. Berdasarkan
hasil review pada kesembilan artikel, Peneliti mengklasifikasikan 9 artikel
yang dipublikasikan oleh Robert S.Kaplan dan David.P.Norton menjadi 3 titik
fokus, yaitu : pengenalan, implementasi , dan penyempurnaan atau perluasan
konsep. Hasil penelitian yang lain terkait dengan 2 artikel tambahan mengenai efektifitas
balanced scorecard.
Alasan Topik Perkembangan Konsep Balanced Scorecard
Banyaknya
perusahaan yang mengadopsi balanced
scorecard serta berkembangnya penelitian yang beraneka ragam mengenai balanced scorecad, juga mempengaruhi
konsep dasar balanced scorecard itu
sendiri. Balanced scorecard yang
semula alternatif pengkuran kinerja (Robert S Kaplan
& Norton, 1992), semakin diperluas dengan fungsinya sebagai sistem
manajemen strategik (stategic management
system) (Robert S Kaplan
& Norton, 1993). Tak hanya memberikan konsep mnegenai fungsi dan
peran balanced scorecard sebagai alat
manajemen, tapi Kaplan dan Norton juga memberikan langkah – langkah bagi perusahaan
yang ingin menerapkan balanced scorecard dengan
menyediakan contoh perusahaan yang sudah menerapkannya (Kaplan dan Norton,
1993;2001;2001a). Adanya perluasan
fungsi dari penerapan balanced scorecard menjadi
alasan untuk melakukan penelitian ini. Untuk review artikel ini menggunakan 9
artkel yang dipublikasikan oleh Robert S.Kaplan dan David P. Norton. Dan 2
artikel tambahan yang dipublikasikan oleh Malina & Selto (2001) dan Mooraj et al. (1999) sebagai pelengkap.
Penelitian Analisa Konsep Balanced Scorecard
Fokus
utama dalam review 9 artikel ini terutama pada
perkembangan konsep dari Balanced
Scorecard yang diperkenalkan oleh Kaplan dan Norton dari periode 1992
sampai 2010. Selain menjelaskan mengenai perkembangan konsep Balance Scorecard, artikel ini juga
menyediakan 2 artikel jurnal dari peneliti lainnya mengenai penerapan Balance Scorecard.
1.
Pengenalan Balance
ScoreCard
Dimulai pada tahun 1992, Robert S.Kaplan dan David
P. Norton mempublikasikan jurnal mereka yang berjudul The Balanced Scorecard-Measurement that Drive Performance. Pada
jurnal ini, baik kedua peneliti tersebut mencoba untuk memperbaiki kekurangan
pada sistem pengukuran kinerja pada saat itu dengan mengenalkan suatu sistem
baru yang disebut dengan Balanced
Scorecard (Robert S Kaplan
& Norton, 1992). Balanced
Scorecard tidak hanya menawarkan pengukuran keuangan saja, melainkan memberikan
beberapa komponen tambahan pengukuran yang bersifat non keuangan. Balanced Scorecard menawarkan 4
perspektif bagi manajer dalam mengukur kinerjanya, yaitu : Financial Perspective, Customer Perspective, Internal Perpsective,
dan Innovation and Learning Perspective.
Pada jurnal ini, dijelaskan mengenai keterkaitan antar setiap perspektif.
Selain itu, terdapat penjabaran makna dari setiap perspektif. Baik
Robert.S.Kaplan dan David P.Norton menawarkan Balanced Scorecard sebagai alat untuk menterjemahkan strategi
perusahaan agar dapat diimplementasikan pada operasional perusahaan. Kedua
peneliti tersebut juga menekankan apabila Balanced
Scorecard bukanlah sebuah jaminan apabila strategi perusahaan akan
tercapai. Balanced Scorecard dipandang
oleh kedua peneliti, sebagai bentuk ataupun wujud perubahan fundamental yang
mendasari asumsi mengenai pengukuran kinerja. Balanced Scorecard dianggap mampu menjaga perusahaan untuk melihat
kedepan maupun sebaliknya.
2.
Implementasi Balanced
Scorecard
Pada tahun
1993, Robert S.Kaplan dan David.P.Norton kembali mempublikasikan jurnal
bertemakan Balanced Scorecard dengan
judul Putting the Balanced Scorecard to
Work. Pada jurnal ini peneliti memberikan contoh bagaimana penerapan BSC di
beberapa perusahaan. Kedua peneliti berpendapat apabila Balanced Scorecard bukanlah template
yang dapat diaplikasikan secara
langsung pada semua perusahaan. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan dalam
situasi pasar, strategi produk, dan lingkungan (Robert S Kaplan
& Norton, 1993) yang mengakibtakan setiap perusahaan membutuhkan scorecard yang berbeda – beda. Sehingga
pemberian contoh ini dimaksudkan agar perusahaan yang ingin menerapkan BSC ,
tidak mengimplementasikan konsep balanced
scorecard secara langsung. Perusahaan yang menjadi contoh adalah Perusahaan
Rockwater, Apple Computer, dan Advanced
Micro Devices. Setiap perusahaan memiliki keunikan dan caranya masing –
masing dalam membangun balanced scorecard.
Contohnya saja, Apple
dan Advanced Micro Devices dimana eksekutif keuangan perusahaan akrab dengan pemikiran strategis
top management,
sehingga mampu membangun scorecard tanpa adanya musyawarah. Sedangkan untuk perusahaan Rockwater, manajemen senior belum menentukan strategi organisasi
yang tepat apalagi meningkatkan kinerja utama yang mendorong keberhasilan
strategi ini. Pada akhir jurnal, kedua peneliti menyisipkan wawancara dengan
Larry D.Brady, seorang eksekutif
presiden FMC Corporation. FMC Corporation adalah salah satu
perusahaan yang memutuskan untuk menggunakan balanced scorecard. Wawancara ini membahas pengalaman perusahaan FMC Corporation dalam mengimplementasi balanced scorecard. Salah satu pendapat
yang paling menarik dari Larry D.Brady adalah pandangannya mengenai balanced scorecard sebagai strategic measurement system, bukan alat
ukur strategi perusahaan.
Pada tahun 2001, Robert S.Kaplan mempublikasikan
sebuah jurnal yang berjudul Strategic
Performance Measurement and Management in Nonprofit Organizations. Jurnal
ini masih berkisar implementasi balanced
scorecard, namun pada organisasi non-profit
atau nirlaba. Peneliti berpendapat apabila adanya kebutuhan dari organisasi
nirlaba terhadap pengukuran kinerja dikarenakan meningkatnya persaingan antar
lembaga atau organisasi yang berkembang (Robert S Kaplan,
2001). Perusahaan nirlaba atau organisasi nonprofit
membutuhkan balanced scorecard untuk
meningkatkan pengelolaan organisasi. Pada jurnal ini, peneliti mencoba menjabarkan hasil dari penerapan balanced scorecard pada beberapa organisasi non-profit dalam kurun waktu beberapa tahun. Perusahaan yang digunakan sebagao contoh adalah United Way of Southeastern New England (UWSENE),
Duke Children’s Hospital (DCH), dan New Profit Inc. Pada awalnya, setiap perusahaan
memiliki permasalahan masing – masing. Ketiga perusahaan berharap, dengan
menerapkan balanced scorecard akan
membawa peningkatan dalam kinerja masing – masing perusahaan. Namun hasilnya,
hanya perusahaan DCH dan New Profit Inc .
yang berhasil menerapkan Balanced
Scorecard. Sedangkan UWSENE gagal
dalam menerapkan balanced scorecard
dikarenakan adanya perubahan dalam kepemimpinan.
3.
Penyempurnaan Konsep Balanced Scorecard
Pada tahun 1996, Robert S.Kaplan dan
David.P.Norton memperkenalkan Strategic
Learning (Pembelajaran Strategik) dalam jurnalnya yang berjudul Strategic Learning anf balanced scorecard.
Peneliti berpendapat apabila kemampuan perusahaan untuk organizational Learning pada tingkat eksekutif merupakan aspek
berharga dalam balanced scorecard (Robert S Kaplan & Norton,
1996). Hal ini disebabkan strategic learning merupakan pengetahuan bagi pihak yang akan
menggunakan balanced corecard sebagai
sistem manajemen strategik (stategic
management system). Proses dari strategic
learning dimulai dari mengklarifikasi visi bersama yang ingin dicapai
perusahaan. penggunaan pengukuran
berfungsi sebagai bahasa untuk
menterjemahkan konsep kedalam bentuk atau tindakan yang tepat serta selaras
agar tercapai tujuan perusahaan. Adanya penekanan dalam membangun hubungan
sebab-akibat dalam scorecard, agar memungkinkan
individu di berbagai bagian organisasi mampu memahami dalam mencocokkan dampak
dari peran mereka dengan pihak lain. Untuk pemantauan kinerja dapat diambil
dalam bentuk pengujian hipotesis dan double-loop learning.
Pada tahun 2001, Robert S.Kaplan dan
David.P.Norton menerbitkan ringkasan dari bukunya yang berjudul The Strategic Focused Organization.
Ringkasan tersebut berisikan 5 prinsip atau 5 cara dalam mengubah balanced scorecard dari alat untuk
mengukur kinerja menjadi alat untuk menciptakan strategi – indikator kinerja
manajemen perusahaan (Robert S. Kaplan
& Norton, 2001). Pertama, menterjemahkan strategi menjadi istilah
operasional. Kedua, menyelaraskan organisasi pada strategi. Ketiga, membuat
strategi everyone’s everyday job (menggunakan
balanced scorecard untuk membantu
pekerja mengembangkan tujuan personalnya). Keempat, membuat strategi proses
berkelanjutan. Kelima, memobilisasi perubahan melalui kepemimpinan eksekutif.
Pada tahun
2004, Robert S.Kaplan dan David.P.Norton menerbitkan artikel yang berjudul Strategy Maps. Melalui artikel ini,
peneliti ingin menunjukkan bagaimana mendeskripsikan, mengukur, dan
menyelaraskan intangible asset milik
perusahan untuk mencapai kinerja yang tinggi dan lebih menghasilkan profit.
Pada artikel ini menjelaskan bahwa strategy
map merupakan representasi visual dari strategi perusahaan (Robert S Kaplan
& Norton, 2004). Strategy maps akan memberikan tampilan
bagaimana tujuan dari 4 perspektif balanced
scorecad berintegrasi dan bergabung
dalam menggambarkan strategi perusahaan. Biasanya satu tujuan dari empat
perspektif balanced scorecard dari strategy maps membawa 20 sampai 30 pengukuran yang dibutuhkan. Hal
inilah yang menjadi kritikan atas penggunaan balanced scorecard. Namun kritikan tersebut dibantah dalam artikel
ini. Strategy maps menunjukkan bagaimana berbagai pengukuran pada
bangunan balanced scorecard yang benar menyediakan instumentasi untuk satu strategi. Perusahaan
dapat merumuskan dan mengkomunikasikan
strategi mereka dengan sistem yang terintegrasi.
Pada tahun 2006, Robert S.Kaplan dan
David.P.Norton mempublikasikan sebuah review singkat berjudul How
to implement a new strategy withour disrupting your organization. Review ini berisikan mengenai langkah – langkah
perusahaan agar dapat memilih sebuah desain yang dapat bekerja dengan baik,
sehingga perusahaan mampu mengembangkan sistem strategis yang dapat mecocokkan struktur dan strategi. Peneliti
mencoba menyelesaikan permasalahan yang dihadapai oleh banyak perusahaan, yaitu
membuat strategi agar dapat meningkatkan nilai perusahaan. Pada review singkat
ini, peneliti kembali menawarkan sistem manajaemen berbasis balanced scorecard (R S Kaplan &
Norton, 2006). Sistem manajemen berbasis balanced scorecard dianggap sebagai cara terbaik untuk
menyelaraskan strategi dan struktur perusahaan. Scorecard dianggap sebagai alat yang ampuh untuk melaksanakan dan
sekaligus memantau unit strategis. Pada review singkat ini peneliti juga tak
lupa memberikan contoh perusahaan yang mengimpelementasi balanced scorecard sebagai sistem manajemennya. Antara lain : Du Pont’s Engineering Polymers dan Royal Canadian Mounted Police (perusahaan
sektor publik).
Pada tahun 2008, Robert S.Kaplan dan
David.P.Norton kembali mempublikasikan review yang berjudul Mastering The Management System. Peneliti
menyoroti adanya permasalahan diperusahaan, terutama dibagian sistem
manajemenennya. Kerusakan yang terjadi pada sistem manajemen bukanlah
disebabkan kurang kemampuan si manajer, tetapi kegagalan perusahaan dalam
memprediksi strategi barunya (Robert S Kaplan
& Norton, 2008). Selanjutnya, peneliti menunjukkan langkah
bagaimana alat management (management
tools) dapat terintegrasi dalam sistem dan menghubungkan manajemen strategi
dan operasional. Kesimpulannya adalah keberhasilan dalam menyeimbangkan dan
menghubungankan prioritas jangka pendek dan jangka panjang dengan memiliki tata
kelola perusahaan yang baik serta proses penterjemahan strategi ke dalam
tingkat operasional yang baik. Tanpa salah satu dari keduanya, sulit bagi
perusahaan untuk mencapai tujuaanya. Balanced
scorecard menjadi alat untuk menerjemahkan strategi kedalam bentuk
aktivitas operasional.
Pada tahun 2010, Robert S.Kaplan mempublikasikan
sebuah working paper yang berjudul Conceptual Foundation of Balanced Scorecard.
Isi dari working paper tersebut
berkisar dari sejarah awal perkembangan balanced
scorecard. Dimulai dari kemunculan, teori yang mendukung, sampai perluasan
konsep Balanced scorecard (Robert S Kaplan, 2010).
4.
Penelitian terkait Balanced
Scorecard
Efektifitas balanced
scorecard ditunjukkan pada sebuah jurnal yang berjudul Communicating and Controlling Strategy : An Empirical Study of the Effectiveness of the balanced scorecard
yang dipublikasikan oleh Malina & Selto
(2001). Jurnal ini memperlihatkan bukti
efektivitas balanced scorecard
sebagai strategi komunikasi dan pengendalian manajemen. Hasil penelitian ini
menunjukkan secara khusus balanced
scorecard dirancang dan diimplementasikan, merupakan suatu perangkat
pengawasan strategi perusahaan yang efektif. Ketidakcocokkan dan tensi antara
manajemen atas dan manajemen tengah melihat pada kecocokkan aspek khusus di
Balance Scorecard. Selain itu, terbukti adanya hubungan kausal antara
efektifitas pengendalian manajemen, motivasi, penyelarasan strategi dan dampak
positif Balance Scorecard. Sebaliknya, dampak buruk dari ketidakefektifitas
komunikasi dan pengendalian adalah rendahnya motivasi dan timbulnya konflik
penggunaan Balance Scorecard.
Disisi lain, efektifitas balanced scorecard dipertanyakan dalam jurnal yang berjudul The balanced scorecard: a
necessary good or an unnecessary evil? yang ditulis oleh Mooraj, Oyon, &
Hostettler (1999). Peneliti mempertanyakan kembali manfaat dari balanced scorecard. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa balanced scorecard adalah 'necessary
good' untuk organisasi pada saat ini. Balanced scorecard menambah
nilai dengan memberikan informasi yang relevan dengan cara ringkas untuk
manajer. Sehingga mampu menciptakan lingkungan yang kondusif untuk organisasi . Namun, seluruh proses
pelaksanaan balanced scorecard bergantung pada kedua proses
formal dan informal dalam perusahaan.
boneka kucing di museum khucing malaysia 2012 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar