Selasa, 15 Maret 2016

MEMAHAMI SYARIAH SEBAGAI PARADIGMA ALTERNATIF AKUNTANSI DALAM KONSTRUKSI SOSIAL



(minus abstrak dan kesimpulan)
oleh marisa eka prasetyawati
2016
 
Berawal dari terjadinya science war tahun 1995, dimana terjadi saling kritik antar sudut pandang epistemologi ilmu. Perdebatan khusus mengenai science war  sendiri adalah untuk menjawab serangan para ilmuwan kritis/ postmodernis terhadap kecurigaan mereka mengenai penyimpangan yang telah terjadi pada ilmu mainstream. Menurut Sardar (2002), science war tidak hanya terjadi pada tahun 1995 – 1996 , tetapi merupakan “warisan lama”. Hal ini tercermin dari tulisan Thomas Kuhn pada tahun 1960 dalam kumpulan esai  yang dibukukan dengan judul The Structure of Scienctific Revolutions. Thomas Kuhn memperkenalkan istilah paradigma, sebagai jawaban atas adanya perselisihan pendapat antar ilmuwan yang terjadi pada saat itu  (Kuhn,1962). Menurut Thomas Kuhn, paradigma merupakan sebuah pencapaian dari dua karakteristik esensial.  Karakteristik pertama adalah mampu menggali hal – hal yang baru. Sedangkan karakteristik kedua,  bersifat terbuka sehingga mampu memecahkan masalah yang ada.  Pada akhirnya, pencapaian ini akan erat kaitannya dengan apa yang disebut dengan “Sains yang Nomal” (normal science), dimana akan memberikan fondasi bagi masyarakat ilmiah untuk praktek selanjutnya.

Paradigma dalam filsafat ilmu merupakan bagian penting yang memberikan pemahaman mengenai pengelompokkan struktur dasar teori (Mulawarman, 2010). Pada filsafat ilmu, istilah paradigma digunakan untuk memisahkan karakter dari satu gagasan. Setiap paradigma memiliki konsep yang berbeda – beda. Setiap paradigma dibatasi oleh konsep ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Menurut Ghozali(2007), ontologi merupakan cabang metafisika mengenai realitas yang mengungkapkan ciri-ciri yang ada. Sedangkan epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki secara kritis hakikat, landasan, batas – batas dan validitas pengetahuan yang bersifat mendasar. Terakhir, aksiologi adalah telaah mengenai nilai – nilai atau tujuan pemanfaatan pengetahuan. Selain ketiga konsep diatas, ada beberapa ilmuwan yang menambahkan konsep tambahan. Seperti Burrel & Morgan (1979)yang menambahkan human nature  dan metodelogi.
Dalam perkembangan ilmu sosial, pembagian paradigma semakin berkembang.       Burrel dan Morgan (1979) membagi paradigma dalam wacana organisasi menjadi 4 bagian, meliputi : paradigma fungsionalis, interpretif, radikal humanis dan radikal struktural. Pada bidang akuntansi, paradigma terbagi menjadi 3 bagian, meliputi : paradigma positif, interpretif, dan kritis(Chua, 1986). Selain itu, ada  juga paradigma  postmodernisme. Bahkan baru – baru ini, muncul dan telah berkembang pula paradigma baru di akuntansi, yaitu Paradigma Syariah.
Paradigma Syariah
Thomas Khun mengenalkan istilah paradigma dalam tulisannya berjudul The Structure of Scientific Revolution. Paradigma dimaknai dengan referensi dunia atau view of world yang menjadi landasan suatu teori. Paradigma adalah cara pandang seseorang dalam melihat sesuatu. Apabila berdasarkan definisi paradigma yang dikemukakan oleh Thomas Kuhn, maka paradigma syariah memiliki pengertian suatu paradigma yang didasarkan kepada kepercayaan masyarakat muslim. Ikatan Akuntansi Indonesia menjabarkan bahwa paradigma syariah berlandaskan pada pandangan jika alam semesta diciptakan oleh Allah swt sebagai amanah dan sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh umat untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual (Kariyoto,2013). Dasar dari paradigma ini adalah menciptakan parameter baik dan buruk suatu usaha, berdasarkan perangkat syariah dan akhlak, dimana penekanannya berada di sisi pertanggungjawaban dan nilai – nilai ketuhanan dalam setiap aktivitas tersebut.
Prinsip dasar paradigma syariah adalah multi paradigma baik disisi mikro maupun makro (Asrori,2002). Dimensi mikro dalam prinsip dasar paradigma syariah merupakan ketauhidan, keimanan seseorang kepada Allah swt. Di titik ini, individu  yang beriman kepada Allah swt haruslah mentaati setiap aturan dan menjauhi larangan. Dimensi mikro diperlukan agar tercipta keadilan sosial (al a’dl dan al ihsan) serta kebahagiaan baik di dunia dan akhirat(Asrori, 2002). Sedangkan, dimensi makro dalam prinsip dasar syariah meliputi bidang politik,ekonomi, dan sosial (Asrori,2002). Paradigma ini dapat membentuk suatu intergritas,  sehingga menciptakan karakter tata kelola dan  disiplin pasar yang baik(Kariyoto,2013). Dengan kata lain, syariah adalah berkenaan dengan peningkatan keadilan dan kesejahteraan masyarakat dengan menetapkan fondasi dasar bagi moral, sosial, politik, ekonomi, serta filsafat suatu masyarakat.
Paradigma Syariah dalam akuntansi memunculkan istilah baru, yaitu akuntansi syariah. Istilah akuntansi syariah merujuk pada praktek – praktek akuntansi yang berbasis agama islam yang diselaraskan dengan lembaga keuangan syariah. Akuntansi Syariah muncul untuk menjawab tantangan besar di masa yang akan datang. Yaitu, mendorong kelanjutan dari Ekonomi Islam melalui penyediaan informasi yang terpecaya dan dapat diandalkan serta sesuai dengan syariat Islam.    
Sumber Hukum pada Paradigma Syariah dalam bidang Akuntansi
Paradigma syariah berasal dari tiga sumber utama, meliputi Al-Qur’an, Hadist, dan Fiqih. Sedangkan menurut Kariyoto (2013) dalam paradigma syariah terdapat 5 rujukan yang menjadi sumber hukum. Yaitu, Al Qur’an, As-Sunah (Sunah Nabawiyyah), Ijma, Qiyas, dan ‘Uruf .
Al-Qur’an adalah dasar hukum yang utama dalam paradigma syariah. Selain itu, Al Qur’an juga merupakan sumber nilai utama dalam paradigma syariah. Al-Qur’an adalah kalam atau firman Allah swt yang dipandang sebagai mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, melalui malaikat Jibril yang digunakan sebagai pedoman hidup manusia. Salah satu ayat yang menjadi rujukan dasar hukum paradigma  syariah pada bidang akuntansi adalah surah Al-Baqarah ayat 282.  Ayat ini dipandang sebagai komoditi ekonomi yang dapat dianalogkan dengan sistem double entry serta menggambarkan keseimbangan angka yang disebut neraca (Kariyoto, 2013). Ayat ini juga dikenal sebagai ayat terpanjang yang disebut dengan nama Ayat al-Mudayanah atau Ayat utang-piutang (Alma dan Priansa, 2014;294). Inilah terjemahan surah Al Baqarah ayat 282 :
Wahai orang – orang yang beriman ! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, khendaklah kamu menuliskannya. Dan khendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya, maka khendaklah ia menuliskan. Dan khendaklah orang yang berutang itu mendiktekan, dan khendaklah ia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikitpun daripadanya. Jika yang berutang itu orang yang kurang akalnya atau lemah (keadaannya), atau tidak mampu mendiktekan sendiri, maka khendaklah walinya mendiktekannya dengan benar. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi diantara kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki – laki , maka (boleh) seorang laki – laki dan dua orang  perempuan di antara orang – orang yang kamu sukai dari para saksi (yang ada), agar jika yang seorang lupa maka yang seorang lagi mengingatkannya. Dan janganlah saksi – saksi itu menolak apabila dipanggil. Dan janganlah kamu bosan menuliskannya, untuk batas waktunya baik (utang itu) kecil maupun besar. Yang demikian itu lebih adil disisi Allah, lebih dapata menguatkan kesaksian dan lebih mendekatkan kamu kepada ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan perdagangan tunai yang kamu jalankan diantara kamu, maka tidak ada dosa bagimu jika kamu tidak menuliskannya. Dan ambilah saksi apabila kamu berjual beli, dan janganlah menulis dipersulit dan begitu juga saksi. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sungguh, hal itu suatu kefasikkan pada kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah  memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.
Setelah Al Qur’an, maka rujukan kedua adalah As – Sunah.  As-Sunah memiliki definisi sebagai perkataan, perbuatan, serta aturan yang ditetapkan Nabi Muhammad saw. As – Sunah mampu menjelaskan dan menguraikan aturan – aturan dalam Al – Qur’an lebih rinci. Yang ketiga, menggunakan hujjah atau landasan yang bersifat tegas dan jelas (Qathi’i) yang disebut Ijmak. Kemudian ada Qiyas, yaitu penyamaan atau pengukuran antara satu dengan sejenisnya. Yang terakhir ada U’ruf, adat istiadat yang tidak bertentangan dengan syariah.
Prinsip  Paradigma Syariah dalam Akuntansi
Dalam Agama Islam mengajarkan apabila syariah mempunyai prinsip – prinsip yang mesti diwujudkan (Kariyoto, 2013). Yaitu , persaudaraan (Ukhuwah), keadilan, kemaslahatan (maslahah), keseimbangan (tawazun), dan universalisme (syumuliyah).  Prinsip persaudaraan lebih menekankan kepada interaksi sosial dan harmonisasi kepentingan pada semua pihak. Untuk prinsip keadilan, lebih menekankan kepada pemberian sesuatu sesuai dengan hak serta porsinya. Selanjutnya, prinsip kemaslahatan lebih menekankan kepada kebaikan dan manfaat baik bersifat duniawi dan ukhrawi. Kemudian ada prinsip kesimbangan yang intinya kepada keseimbangan baik dari aspek material – spiritual, privat-publik, keungan –riil, bisnis-sosial, serta pemanfaatan – pelestarian. Yang terakhir, prinsip universalisme yang menyatakan bahwa hal yang berkaitan dengan syariah ini dapat dilakukan dengan oleh semua  pihak tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan.
Selaras dengan prinsip syariah diatas, menurut Alma dan Priansa (2014) terdapat 3 prinsip dasar syariah  yang perlu dipahami khususnya pada bidang akuntansi. Prinsip – prinsip itu adalah keadilan, transparan, dan jujur (amanah). Keadilan menjadi suatu yang penting dikarenakan tanpa keadilan, maka akan  terjadi penindasan atas suatu pihak. Sesuai dengan terjemahan surah An Nahl ayat 90 :
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”
Begitu juga dengan kalam Allah pada surah Asysyu’ara ayat 181, yang terjemahanya berikut ini :
Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang – orang yang merugikan. Dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak – haknya dan janganlah kamu merajalela dimuka bumi dengan membuat kerusakan.
Selain prinsip dasar diatas , maka Husein Syahatah (2001) juga menjabarkan 6 prinsip syariah dalam akuntansi (Alma dan Priansa,2014;299). Prinsip – prinsip itu antara lain :
1.      Amanah
Prinsip ini berkaitan dengan individu yang bertugas dalam menyajikan informasi akuntansi. Diharapkan, individu tersebut mampu bersifat amanh dalam memaparkan informasi yang dianggap layak dan menyembunyikan rahasia yang wajib dijaga secara syar’i.
2.      Sesuai dengan Realita (Mishdaqiyah)
Prinsip ini berkaitan dengan laporan keuangan sebagai pusat informasi. Prinsip ini mendorong terciptanya informasi yang benar dan sesuai dengan realita, tanpa ada kebohongan serta kecurangan. Hal ini dikarenakan informasi itu dianggap sebuah kesaksian.
3.      Cermat dan Sempurna (Diqqah)
Prinsip ini berkaitan dengan bagaimana laporan keuangan dibuat. Prinsip ini mendukung ketelitian dan kesempurnaan dalam menyiapkan laporang akuntansi. Tentu saja, dalam mewujudkan kesempurnaan pada laporan keuangan mesti ada syarat – syarat yang wajib dipenuhi. Yaitu : tetap memegang komitmen terhadap kaidah syar’iyah dan individu akuntan yang amanah, jujur serta tahu batasan tugasnya.
4.      Penjadwalan yang tepat  (Timeliness)
Prinsip ini berkaitan dengan  batas – batas waktu dalam menghasilkan laporan keuangan sehingga tidak mengurangi manfaat dan efisiensi kerja.
5.      Adil dan Netral
Prinsip ini kembali berkaitan dengan akuntan sebagai seorang individu yang beriman kepada Allah swt. Dimana dalam diri seorang akuntan sudah tercipta sikap jujur dan amanah yang akan mewujudkan pribadi yang berpegang teguh pada kebenaran. Konsekuensi yang dihadapi apabila tidak mewujudkan prinsip ini adalah timbulnya rasa ketidakpercayaan dari pengguna laporan keuangannya.
6.      Transparan (Tibyan)
Prinsip ini berkaitan dengan laporan keuangan yang menyajikan data yang jelas. Kejelasan data disini dapat diartikan sebagai tidak adanya data yang disembunyikan dengan maksud mengambil keuntungan pribadi dan merugikan  pihak lain.

Rerangka Konseptual  Akuntansi dalam Paradigma Syariah
Berdasarkan prinsip paradigma syariah (the fundamental of the shari’ah paradigm), maka dikembangkan rerangka konseptual akuntansi berdasarkan syariah. Dalam paradigma syariah, tujuan diselenggarakannya akuntansi adalah untuk mencapai keadilan sosial-ekonomi sekaligus sebagai sarana ibadah memenuhi kewajiban kepada Allah, lingkungan dan individu melalui keterlibatan perusahaan dalam kegiatan ekonomi. Hasil akhir teknik akuntansi syariah adalah informasi akuntansi yang akurat untuk menghitung zakat dan pertanggungjawaban kepada Allah.
Hal ini menjadikan akuntansi syariah sebagai alat pertanggungjawaban, dimana mematuhi prinsip full disclosure (Asrori, 2002). Laporan keuangan akuntansi syariah berorientasi pada membawa pesan moral dalam menstimuli perilaku etis dan adil terhadap semua pihak.Berikut ini merupakan rerangka konseptual akuntansi dalam paradigma Syariah.
 

Paradigma Akuntansi Syariah dalam Konstruksi Sosial
Sebelumnya, akuntan selalu memandang dirinya sebagai pihak yang bersifat objektif, bebas nilai, dan teknisi perusahaan dalam menyajikan realita(Morgan, 1988).  Hal ini mengakibatkan akuntansi disajikan dengan cara yang terbatas dan cenderung sepihak. Sehingga perumusan teori akuntansi dibentuk dengan konstruksi yang sangat tergantung pada realita praktik akuntansi itu sendiri (Suwiknyo, 2007) . Namun, Francis (1990) mengajak masyarakat untuk melihat akuntansi tidak semata – mata sebagai angka yang merefleksikan realita ekonomi, tetapi sebagai praktek moral dan diskursif.
Menurut Triyuwono (2000 dan 2001), sebagai praktik moral, akuntansi secara idial dibangun dan dipraktikkan didasarkan pada nilai – nilai etika. Sehingga menghasilkan informasi yang bernuansa etika dan mendorong terciptanya realita ekonomi dan bisnis yang beretika. Sedangkan akuntansi sebagai praktik diskursif memiliki pengertian apabila akuntansi hanya sebagai alat menyampaikan informasi pada orang lain yang berpengaruh pada user dan sebaliknya, user memiliki kemampuan mempengaruhi akuntansi sebagai instrumen bisnis.
Selain itu, menurut Belkoui (2001) akuntansi dapat dipandang sebagai idiologi yang mampu menjadi alat pendukung tatanan sosial-ekonomi suatu masyarakat. Nilai – nilai masyarakat memiliki peran yang besar dalam mempengaruhi bentuk akuntansinya.  Bahkan nilai lokal atau nilai – nilai masyarakat dapat menjadi sebuah alternatif untuk mengembangkan akuntansi khususnya etika (Ludigdo & Kamayanti, 2012) . Sehingga akuntansi memiliki integritas akuntansi tetap terjaga.
Islam menuntut adanya pelaksanaan secara konsisten bagi umat muslim(Antonio, 2001;7).  Dengan kata lain, kemunculan akuntansi dengan paradigma syariah yang lebih dikenal dengan akuntansi syariah , merupakan upaya konsistensi untuk menjadikan islam sebagai gaya hidup (the way of life) bagi masyarakat muslim. Sehingga dapat disimpulkan apabila akuntansi syariah merupakan ideologi yang lahir dari masyarakat muslim dimana menerapkan praktik ekonomi Islam.
Menurut Hameed (2001), eksistensi akuntansi  syariah sebagai ideologi masyarakat muslim haruslah memenuhi pesyaratan mendasar dan tujuan diselenggarakan akuntansi syariah. Pesyaratan itu meliputi, benar (truth), sah (valid), dan adil (justice) serta mengandung nilai kebaikan (ihsan). Sedangkan tujuan diselenggarakan akuntansi syariah adalah mencapai keadilan sosial-ekonomi dengan memberikan informasi secara lengkap  untuk mengetahui nilai dan kegiatan ekonomi yang diperbolehkan dan berlawanan dengan syariat. Dengan kata lain, syariah sebagai paradigma alternatif , dibutuhkan oleh masyarakat muslim sebagai pendukung untuk menerapkan praktik ekonomi Islam dan tata kehidupan sosial ekonomi yang sesuai dengan syariat.
Kode etik Akuntansi  dalam Paradigma Syariah
Menurut Harahap (2002), syariah merupakan sistem yang komprehensif , yang  bukan sekedar sistem hukum, namun juga sistem yang lengkap dengan mencakup aspek moral. Dengan kata lain, syariah tidak hanya menekankan pada hukum positif, tapi juga pada etika. Disinilah peran Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Intitutions (AAOIFI) dibutuhkan.  AAOIFI merumuskan sebuah kode etik bagi akuntan dan auditor yang bekerja dalam lembaga keuangan Islam. Kode etik akuntan ini adalah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari syariah Islam. Dalam value system, syariat ditempatkan sebagai landasan  dan dijadikan sebagai pertimbangan dasar dalam setiap legislasi dalam masyarakat dan Negara Islam. Berikut ini merupakan kode etik menurut AAOIFI (2002:230) :
1. Dapat dipercaya
Akuntan harus jujur dan bisa dipercaya dalam mengemban tugasnya . Selain itu,  akuntan harus memiliki tingkat integritas dan kejujuran yang tinggi serta mampu menghargai kerahasiaan informasi yang diketahuinya.
2. Legitimasi
Akuntan harus mampu memastikan bahwa semua kegiatan profesi yang dilakukannya harus memiliki legitimasi dari hukum syariah. Termasuk  peraturan dan perundangan yang berlaku.
3. Objektivitas
Akuntan harus bertindak adil atau dapat dikatakan bebas dari konflik kepentingan. Objektivitas juga mencakup jika seorang akuntan tidak boleh memberikan tugas kepada pihak lain yang tidak kompeten.
4. Kompetensi profesi dan rajin
Akuntan harus memiliki kemampuan yang dilengkapi dengan latihan-latihan untuk menjalankan tugas. Akuntan harus mampu melaksanakan tugas dengan rajin dan berusaha sekuat tenaga sehingga ia bebas dari tanggung jawab yang dibebankan kepadanya bukan saja dari atasan, profesi, public tetapi juga dari Allah SWT.
5. Perilaku yang didorong keyakinan agama (keimanan)
Perilaku akuntan harus konsisten dengan keyakinan akan nilai Islam. Semua perilaku harus didasarkan dan didorong oleh nilai-nilai Islam.
6.Perilaku profesional dan standar teknik                                                                             
Akuntan dalam melaksanakan kewajibannya, harus dapat memperhatikan peraturan profesi termasuk didalamnya standar akuntansi dan auditing lembaga keuangan syariah.

hadiah untuk seorang sahabat


Tidak ada komentar:

Posting Komentar