Sabtu, 05 Desember 2015

Ringkasan : Are Nonfinancial Measures Leading Inndicators of Financial Performance ? An Analysis of customer Satisfaction ? (Part 1)



RINGKASAN  JURNAL
ARE NONFINANCIAL MEASURES LEADING INDICATORS OF FINANCIAL PERFORMANCE ? AN ANALYSIS OF CUSTOMER SATISFACTION ?



Pendahuluan
Jurnal ini menguji 3 pertanyaan mengenai relevansi nilai dari pengukuran kepuasan pelanggan (customer satisfaction performance/CSI). 3 pertanyaan tersebut meliputi :
1.      Apakah customer satisfaction measure membawa indikator kinerja akuntansi ?
2.      Apakah nilai ekonomi dari kepuasan pelanggan mencerminkan nilai buku akuntansi kontemporer ?
3.      Apakah dengan adanya customer satisfacton measures menyediakan informasi tambahan baru bagi pasar saham ?
Pengembangan dibidang kualitas, kepuasan konsumen (customer satisfaction) dan pekerja, serta inovasi yang mewakilkan investasi pada aset khusus di perusahaan merupakan sesuatu yang belum bisa dijangkau dengan pengukuran akuntansi saat ini. Bedasarkan beberapa penulis menyatakan apabila indikator non-keuangan pada aset tak berwujud (intangible) dan pengukuran keuangan tambahan dalam sistem akuntansi internal, akan menjadi prediktor kinerja yang lebih baik daripada pengukuran akuntansi historikal.  
Beberapa penelitian terdahulu seperti Wallman (1995),Edvinsson dan Malone (1997) serta Stewart (1997) mengungkapkan apabila pengungkapan informasi non keuangan akan mengantar pada nilai perusahaan. Salah satu pengukuran non keuangan adalah kepuasan pelanggan (customer satisfaction).
Penelitian ini menguji customer satisfaction dalam 3 tingkatan : pelanggan (customer), uit bisnis (business-units), dan data tingkat perusahaan (firm level data). Pada pengujian tingkat pelanggan, peneliti menyediakan bukti berdasarkan asumsi  dasar Asumsi dasar ini menyatakan apabila future-period retention (ingatan periode jangkan panjang) dan pendapatan yang tinggi untuk memuaskan pelanggan, membuat customer satisfaction measures  membawa indikator dari kinerja akuntansi.
Untuk tingkat unit bisnis, peniliti mengembangkan analisis dengan menguji implikasi biaya dan keuntungan dari kepuasan pelanggan. Pada tingkat unit bisnis, juga diuji kemampuan pengukuran kepuasan unit bisnis untuk memprediksi kinerja akuntansi dan pertumbuhan pelanggan. Pada akhirnya, pengujian penilaiai tingkat perusahaan  dan peristiwa penyelidikan menguji apakah customer satisfaction measures menyediakan informasi pada pasar saham diluar informasi yang mengandung nilai buku akuntansi saat ini.
Penelitian ini menemukan hubungan positif dan signifikan antara customer satisfaction measures dan kinerja akuntansi di masa depan secara umum. Namun , banyak hubungan yang tidak linier (nonlinier) dengan beberapa bukti dari berkurangnya manfaat kinerja pada tingkat kepuasan yang tinggi. Customer satisfaction measures relevan  terhadap nilai buku secara ekonomis. Peneliti juga menemukan apabila kemunculan pengukuran jenis ini secara statistik berhubungan dengan berlebihnya pengembalian pasar saham  setelah sepuluh hari sejak periode pengumuman, dimana menyediakan sejumlah bukti apabila pengungkapan customer satisfaction measures menyediakan informasi mengenai pasar saham pada aliran kas yang diharapkan di masa akan datang (expected future cash flow).
Pembahasan Literatur   
Penekanan pada nonfinancial customer satisfaction measures dimotivasi dengan adanya persepsi ketiadaan informasi yang menjadi kunci pada nilai perusahaan. Pada literatur pemasaran, tingginya kepuasan pelanggan akan mengembangkan kinerja keuangan dengan meningkatkan loyalitas  pada pelanggan, mengurangi elastisitas harga, rendahnya biaya marketing dengan iklan dari mulut ke mulut, pengurangan biaya transaksi dan peningkatan reputasi perusahaan. Namun pencapaian kepuasan pelanggan yang tinggi tidak bisa  lepas dari biaya. Para teoris di ilmu ekonomi berpendapat jika kepuasan pelanggan merupakan fungsi dari pelengkap produk atau jasa. Peningkatan utilitas pelanggan membutuhkan tingginya tingkat pelengkap dan biaya tambahan khususnya pada tingkat kepuasan.
Menurut Ross dan Georgoff (1991), meskipun kurang setuju pada hubungan khusus antara kepuasan pelanggan dan kinerja keuangan, sebagian besar perusahaan menggunakan bentuk customer satisfaction measures. Beberapa penelitian terdahulu mencatat adanya kenaikan penggunaan customer satisfaction measures dalam perencanaan startegi perusahaan.
Namun sebuah survei dari wakil presiden mengenai kualitas pada sebagian besar perusahaan di Amerika Serikat, menemukan hanya 28% perusahaan yang mampu menghubungkan customer satisfaction measures terhadap pengembalian akuntansi dan hanya 27% perusahaan yang dapat menghubungkan terhadap pengembalian saham. Hal ini dikarenakan terdapat dua masalah utama dalam mengimplementasikan inisiatif kepuasan pelanggan (customer satisfaction initiatives):
1.      Menghubungkan kepuasan pelanggan (customer satisfaction) dengan profitabilitas
2.      Memahami poin mengenai berkurangnya pengembalian (diminishing returns) untuk inisiatif kepuasan pelanggan (customer satisfaction initiatives).
Beberapa penelitian dilakukan untuk menguji antara tingkat kepuasan pelanggan dan profitabilitas. Arthur Andersen&Co (1994,pp.1) menyatakan asumsi mengenai keuntungan yang pasti mengalir dari kepuasan pelanggan merupakan sesuatu yang tidak dapat dipegang/dipertahankan. Kebalikan dengan perkataan Arthur, Anderson, Fornell dan Lehmans (1994) menyatakan dampak kinerja dari kepuasan pelanggan pada 77 perusahaan di Swedia mendukung hipotesis apabila kepuasan pelanggan berhubungan positif dengan pengembalian akuntansi kontemporer (contemporaneous accounting return) pada investasi, setelah pengendalian atas pengembalian yang lalu. Hasi penelitian yang tidak konsisten ini bisa dipengaruhi oleh pertanyaan yang termasuk dalam pengukuran kepuasan.
Bukti yang bervariasi juga eksis pada sejauhmana customer satisfaction measures menyediakan nilai informasi yang relevan diluar isi laporan akuntansi masa kini. Penelitian Mavrinac dan Siesfeld (1997) menemukan apabila investor lembaga memperingkat indeks kepuasan pelanggan dan menemukan hanya 11 item yang berguna pada pengukuran non keuangan. Selain itu, peneliti menemukan investor yang berpartisipasi memilih pengukuran kepuasan pelanggan yang tidak berbobot dalam menilai perusahaan.
Terkait dengan peneilitan diatas, Aaker dan Jacobson  (1994) menguji hubungan antara pengembalian saham dan persepsi pelanggan mengenai kualitas brand. Peneliti menemukan hubungan positif antara persepsi kualitas brand dan pengembalian saham setelah pengendalian atas pengembalian akuntansi yang tidak diharapkan (unexpected accounting returns).
Kesimpulan, penelitian empiris terdahulu menyediakan beragam bukti pada relokasi antara indeks kepuasan pelanggan dan kinerja keuangan, dan tidak ada bukti apakah ada pengurangan atau  pengembalian negatif (negative returns) pada kepuasan pelanggan. Yang lebih penting, penelitian terdahulu menawarkan tidak satupun dukungan atas klaim apabila customer satisfaction measures menyediakan informasi tambahan terhadap pasar saham pada prospek keuangan masa depan perusahaan.

Customer-Level Analysis
Analisis awal menguji apakah tingkat kepuasan saat ini atas individual customer berhubungan dengan perubahan perilaku pembelian di masa yang akan datang dan pendapatan perusahaan. Asumsi dasar dari customer satisfaction measurement adalah semakin tinggi tingkat kepuasan akan mengembangkan kinerja keuangan masa depan dengan kenaikan pendapatan dari keberadaan pelanggan.
Pengujian ini dilakukan pada sebagian besar perusahaan telekomunikasi yang terbagi menjadi usaha kecil yang berkompetisi di pasar lokal. Perusahaan ini memiliki 450.000 pelanggan. Pada tahun 1995, rata – rata pelanggan memiliki penjualan sebesar 230.000 dollar dengan median sebesar 175.000 dollar. Perusahaan yang diuji juga  telah berada di usaha ini selama 8 tahun. Analisis ini menyediakan pengujian  awal dari kemampuan customer satisfaction measurement untuk memprediksi kinerja akuntansi masa depan dan sama terhadap prosedur yang digunakan oleh perusahaan untuk mengembangkan strategi pemasaran baru dan rencana untuk customer individual.
Perusahaan mengukur kepuasan pelanggan untuk sampel acak (random sample) dari 2.491 pembelian jasa khusus pada tahun 1995. Indeks kepuasan pelanggan (CSI/Customer satisfaction index) berdasarkan 3 pertanyaan yang menilai :
(1)   Keseluruhan kepuasan dengan jasa
(2)   Sejauhmana jasa sesuai dengan yang diharapkan, apakah kurang dari harapan atau lebih dari harapan
(3)   Seberapa baik jasa dibandingkan dengan jasa yang diidealkan.
Indeks ini dikonstruksi menggunakan PLS (Partial Least Square) untuk menimbang ketiga item dimana menghasilkan index yang memiliki korelasi maksimum dengan akibat ekonomi dimasa yang akan datang. Akibat ini meliputi minat beli balik, toleransi harga , rekomendasi pembeli, dll.
Peneliti menilai perilaku pembelian di masa datang pada retention rate, pendapatan , dan perubahan pendapatan yang terjadi dalam kurun waktu 1995 – 1996. Retention rate  digunakan untuk menguji klaim apabila kepuasan pelanggan kurang , maka pelanggan cenderung pindah ke kompetitor atau berhenti menggunakan produk perusahaan. Tingkat pendapatan (revenue level) menguji apakah pelanggan  yang puas membeli lebih banyak daripada pemebli yang kurang puas. Sedangkan pengujian perubahan pendapatan menguji apakah pelanggan pada tingkat kepuasan tertinggi meningkatkan pembelian. Namun jika tingkat kepuasan pelanggan hanya cenderung membeli jasa, namun sudah terisi permintaan mereka. Maka tingkat pendapatan akan meningkat namun pertumbuhan pendapatan akan nol.
Untuk customer retention  dikode untuk pelanggan tahun 1995 yang membeli kembali pada tahun 1996. Disini, terdapat gap sebanyak setahun dikarenakan pelanggan mentanda tangani kontrak tahunan. Untuk pendapatan diukur pada tahun 1995 dan 1996. Banyak faktor selain tingkat kepuasan , mempengaruhi perilaku membeli pelanggan. Sehingga dibutuhkan 2 variabel kontrol. Variabel tersebut meliputi : ukuran perusahaan (size) dan umur pelanggan(age).
Pengujian regresi linier menghubungkan antara nilai CSI tahun 1995 dan customer retention,tingkat pendapatan, dan  perubahan pendapatan ditahun 1996. Ketiga model ini berhubungan signifikan namun memiliki kekuatan penjelasan yang rendah (bisa dilihat dari nilai R2 yang hanya berkisar 1.3% sampai 4.9%). Sehingga bisa dikatakan masih banyak variabel yang mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan.
CSI berhubungan positif signifikan terhadap customer retention, tingkat pendapatan, dan perubahan pendapatan. Hal ini mendukung pernyataan apabila customer satisfaction measures merupakan sesuatu yang bersifat prediktif mengenai perilaku pembelian pelanggan lanjutan (predictive of subsequent customer purchase behaviour). Untuk variabel kontrol, tingkat pendapatan meningkat sejalan dengan ukuran perusahaan dan retention meningkat sejalan dengan umur pelanggan.
Jika diatas merupakan pengujian dengan persamaan linier, maka selanjutnya menggunakan pengujian nonlinier. Fungsi nonlinier menghubungkan customer retention, tingkat pendapatan dan perubahan pendapatan untuk dikembangkan menggunakan regresi nonparametrik. Metode ini dikembangkan oleh Box dan Cox (1964), yang mencocokkan model regresi nonlinier tambahan terhadap kriteria dan variabel prediktor. 
Pada gambar 1 menunjukkan apabila rata – rata retention pada tahun 1996 meningkat pada CSI tahun 1995. Sebagai contoh, apabila CSI berada dititik 30 di tahun 1995, maka prediksi retention rate di tahun 1996 sebesar 64%. Plot digambar juga menunjukkan apabila CSI mencapai titik 70 tidak mampu lagi meningkatkan retention ratenya.
Pada gambar 2 menunjukkan hubungan CSI tahun 1995 dan  prediksi pendapatan dalam dollar pada tahun 1996. Pergerakan CSI dari titik 40 ke 60 , mampu meningkatkan prediksi pendapatan sebesar $400 per tahun. Hampir sama dengan retention rate, fungsi pendapatan juga menunjukkan “perbedaan” langkah atau arah pada titik CSI  70. Walau memiliki perbedaan langkah pada titik 70 seperti retention rate, untuk prediksi tingkat pendapatan bisa lanjut untuk meningkat sampai titik maksimal CS, 100.
Pada gambar 3 menunjukan fungsi menghubungkan perubahan pendapatan (revenue changes) terhadap prediksi perubahan pendapatan dari tahun 1995 ke tahun 1996. Prediksi perubahan pendapatan memiliki arah negatif dikarenakan kerugian dari pelanggan yang ada pada tingkat semua kepuasan. Prediksi perubahan pendapatan meningkat sampai CSI mencapai titik 80. Selepas dari titik CSI 80, maka tidak dihasilkan kembali perubahan pendapatan. Ini menunjukkan rata – rata reduksi pendapatan  untuk pelanggan saat turun apabila kepuasan meningkat.
Untuk pembuktian selanjutnya, peneliti membentuk 10 portfolio berdasarkan CSI pelanggan dan membandikngkan mean retention rate, tingkat pendapatan dan perubahan pendapatan pada setiap desil  yang menggunakan metode  general linier model (GLM). Pendekatan portfolio membuat tidak satupun asumsi mengenai fungsi bentuk yang mendasati hubungan. Sebaliknya, GLM menjalankan pengujian analisis varians dari perbedaan dalam mean antar portfolio setelah dikontrol oleh ukuran perusahaan dan umur. Uji GLM menyediakan sejumlah bukti´”threshold” kepuasan pelanggan yang harus dicapai sebelum pelanggan mengubah perilaku membeli mereka.
GLM menunjukkan hasil apabila hubungan antara CSI dan retention rate  diciri khas kan dengan beberapa ”threshold” kepuasan pelanggan yang harus dicapai sebelum kenaikan retention rate . Untuk retention rate, titik terendahnya pada desil 1 dengan angka sebesar 60% (0.60). Desil 2 -5 memiliki retention yang lebih tinggi dari desil 1. Titik retention tertinggi terletak pada desil 6 dengan angka sebesai 81% (0.81). Sedangkan desil 7 -10 memiliki retention rate  yang lebih tinggi dari desil 1- 5 namun dibawah desil 6. Ini menunjukkan adanya pernyataan yang berlawanan apabila retention pelanggan dimaksimalkan ketika nilai kepuasan berada di tingkat tetinggi.
Tingkat pendapatan juga menunjukkan rangkaian “threshold” kepuasan. jumlah terendah dari mean tingkat pendapatan 1996 berada di desil pertama. Pendapatan secara marginal tinggi tetapi seara statistik sama dengan desil 2 dan 3. Jumlah tertinggi pada mean tingkat pendapatan berada di desil 9 sebesar $ 3188.14.
Untuk perubahan pendapatan, titik terendah pada desil pertama sebesar – 38% (-0.38). Pada desil  kedua dan kelima memiliki perubahan pendapatan yang lebih tinggi dari desil pertama. Perubahan pendapatan tmeningkat secara signifikan di desil 6 sebesar  - 12 %(-0.12).  Bukti – bukti diatas menunjukkan jika retention dan pertumbuhan pendapatan bermanfaat dari pengembangan customer satisfaction diminished pada tingakt kepuasan tertinggi.
Penjelasan potensial lainnya untuk hasil tingkat pelanggan adalah penggunaan PLS untuk mengkomputasi pengukuran kepuasan. PLS merupakan pengukuran yang paling sering digunakan oleh banyak perusahaan. peneliti menguji 6 tamabahan customer satisfaction measures. Ada “top-box” yang mewakilkan jawaban pelanggan untuk memberi skala atas pertanyaan tunggal atas kepuasan mereka pada pelayanan. Kedua, ada “top two box” yang hampir sama dengan pertanyaan “top box”. Perbedaan terletak pada jumlah skala yang digunakan.
Ketiga, adanya SCI (Secure customer index) yang mengukur loyalitas pelanggan. Keempat, ada single question yang jawaban pelanggan atas pertanyaan tunggal pada keseluruhan kepuasan dalam jasa. Komponen pengukuran kelima, equally weighted  merupakan respon standarisasi bobot secara sama pada pertanyaan. Komponen  terakhir,first principal component yang merupakan faktor komponen utama pertama yang menilai atas ketiga pertanyaan kepuasan. Untuk hasil pengujian PLS menunjukkan jika pilihan customer satisfaction measures memiliki dampak kecil pada signifikansi dari koefisien kepuasan pelanggan.  

Business-Unit Analyses
Meskipun pengujian tingkat pelanggan mengindikasikan jika customer satisfaction measures memprediksi perilaku pembelian selanjutnya, namun pengujian menyediakan tidak satupun pembuktian pada hubungan cost  atau profit dengan tingginya tingkat kepuasan. Peneliti selanjutnya akan mengembangkan analisis untuk menguji sejauhmana customer satisfaction measures pada unit bisnis memprediksi kinerja akuntansi dimasa yang akan datang dan jumlah pelanggan.
Pengujian ini menggunakan data dari 73 cabang bank dari negara bagian barat Amerika serikat. Bank relatif merupakan pendatang baru diwilayahnya dan menghadapi kompetisi. Untuk mencapai tujuan startegisnya, perusahaan sudah membuat satu kepuasan pelanggan dari 5 ‘komando’ perusahaan. Kepuasan pelanggan menilai bentuk sebagian besar komponen evaluasi kinerja kuartalan dan bonus untuk manajer level cabang dan atas.
Perusahaan menghitung customer satisfaction measures secara kuartalan berdasarkan rata – rata dari survei tiga bulanan dari 25 pelanggan per cabang. CSI terdiri dari 20 item. Bobot item yang paling banyak, sebesar 45% ,berkisar kualitas keseluruhan yang diberikan kepada pelanggan yang dibandingkan dengan harapan pelanggan. Untuk kualitas teller secara keseluruhan, 6 item tambahan untuk teller,  6 item pada pekerja non teller, kualitas ATM  yang dibandingkan dengan jasa idealnya, serta 3 item tambahan mengenai ATM , masing – msaing memiliki bobot sebesar  7.5% . Untuk 1 item pengukuran masalah sebesar 10%.
Perusahaan menyediakan data mengenai kepuasan pelanggan dan akuntansi untuk kuartal ketiga tahun 1995 sampai kuartal kedua tahun 1996. Peneliti menggunakan 6 variabel kinerja, yaitu : revenues, expenses, margin, retrun on sales, retail customer, dan business and professional customer. Ke enam variabel ini digunakan untuk mewakilkan kinerja perusahaan. Persamaan yang digunakan :

Dari persamaan diatas, CSI merupakan indeks kepuasan pelanggan cabang. Past Perf merupakan nilai variabel dependen dalam periode sebelumnya. t menunjukkan waktu kuartal ketiga dan keempat pada tahun 1995. t + 1 menunjukkan waktu kuartal satu dan dua tahun 1996. Untuk mengontrol faktor lain yang mempengaruhi kinerja akuntansi, maka digunakan retail dan B&P.
Untuk menilai apakah cabang dengan tingkat kepuasan yang lebih tinggi memiliki pelanggan pendapat per pelanggan yang lebih, peneliti menguji hubungan tingkat CSI pada kuartal ketiga dan keempat pada tahun 1995 dan tingkat akuntansi serta pelanggan pada kuater berikutnya (PANEL A). CSI hanya memilliki hubungan positif yang signifikan terhadap pendapatan dan B&P. Hal ini membuktikan jika tingginya tingkat kepuasan pelanggan memiliki dampak tidak langsung pada kinerja akuntansi dengan menarik pelanggan baru.
Model persamaan diatas juga menguji apakah cabang dengan tingkat kepuasan yang tinggi berpengalama dalam mengembangkan kinerja akuntansi dan pertumbuhan pelanggan (PANEL B). CSI berhubungan positif dengan margin dan ROS. Persentase perubahan pada pelanggan retail memiliki hubungan positif dengan perubahan di setiap pengukuran akuntansi. Untuk koefisien Past Perf bernilai negatif pada setiap model kinerja keuangan ,  yang menyiratkan kebalikan dari kinerja akuntansi.
Pemandangan