Minggu, 25 Oktober 2015

Ringkasan Bahasa Indonesia Jurnal Akuntansi (Accounting As Reality Construction : Towards A New Epistemology For Accounting Practice)


Kampus FE Untan


Jurnal Accounting As Reality Construction : Towards A New Epistemology For Accounting Practice menjelaskan mengenai keterbatasan pandangan para akuntan dalam memandang dan memahami realitas. Selama ini akuntan memandang diri mereka sebagai objective appraiser terhadap suatu realita dan menyajikannya. Padahal, akuntan membangun realitas dengan cara yang terbatas dan sepihak. Hal ini mengindikasikan jika gagasan objektifitas dalam akuntansi merupakan mitos pada sebagian besar. Sebagian gagasan lain, berada pada jalur perkembangan menarik di masa depan dalam disiplin ilmu. Selain mengungkapkan keterbatasan cara pandang akuntan,  jurnal ini juga mengembangkan perspektif alternatif pada sifat dari proses akuntansi, membangun waawasan mengenai sifat interpretif dan metaforis dalam akuntansi, serta memperlihatkan jika akuntansi sebaiknya didekati dengan bentuk dialog. Sehingga, akuntan dapat membangun , " membaca " dan menyelidiki situasi dengan berbagai cara.

Dimulai dari litografi M.C Escher , seorang  grafis berkebangsaan Belanda, yang terkenal dengan karyanya “Relativity”, “Day and Night”, dan “ascending and descending”. Untuk jurnal ini, kami menjadikan salah satu karyanya yaitu, Hand with reflecting Globe; Self Portrait” sebagai analogi dalam memandang, memahami, dan membangun realitas, khususnya pada bidang akuntansi.


Apabila diamati litografi ini, maka akan terlihat sebuah gambar , potret diri M.C Escher yang tengah melihat dirinya sendiri melalui sebuah bola kaca. M.C Escher menggambar dirinya sendiri dengan sudut pandang penonton yang melihat gambar. Sehingga seolah – olah, penonton berada dalam posisi M.C Escher.

Inti dari litografi ini adalah titik epistemologi dasar / fundamental epistemology. Epistemologi merupakan asumsi mengenai asal mula dari pengetahuan atau sumber pengetahuan (Morgan, 1979: pp.1). Litografi M.C Escher menyiratkan apabila sumber inspirasi yang ia miliki merupakan sesuatu yang berdasarkan apa yang dilihatnya dan pengalamannya. Begitu juga dengan ilmu pengetahuan.

Ilmu pengetahuan merupakan sebuah pekara yang berkaitan dengan perspektif. Seperti seniman yang melukis berdasarkan apa yang ia lihat, seorang ilmuwan kadang menghasilkan ilmu berdasarkan apa yang ia lihat. Sehingga ilmu yang dihasilkannya merupakan a partial knowledge. Partial knowledge adalah ilmu pengetahuan yang memiliki sifat yang terbatas, tidak lengkap, dan cenderung memihak.

Jurnal ini akan fokus terhada masalah yang dihadapi oleh para akuntan dalam menyajikan realitas dari situasi yang akuntan harapkan atas peruntukkan akun. Akuntans sendiri sering memandang dirinya sebagai pihak yang terlibat dalam objektifitas, bebas nilai, teknisi perusahaan, penyajiaan seperti apa realita itu. Artinya, akuntan hanya menyajikan dan mewakili situasi dengan cara yang terbatas dan sepihak.

Akuntan sebaiknya mulai mengapresiasi dan mengeksplor dimensi dari proses akuntansi agar memiliki makna pada pengembangan epistemologi baru. Pengembangan epistemologi baru akan memberikan penekanan pada penafsiran yang bertentangan dengan aspek  “objektifitas” pada suatu disiplin ilmu. Sehingga, dengan upaya ini akan memperluas dan memperdalam kontribusi akuntan pada aspek ekonomi dan kehidupan sosial.

THE METAPHORICAL NATURE OF KNOWLEDGE
Apabila seseorang ingin mendapatkan ide yang baru dan fresh dalam satu disiplin ilmu, maka ia  sebaiknya memandang ilmu tersebut dari luar. Seseorang sebaiknya mampu melampaui cara melihat sebagai akuntan dan memeriksa perkembangan pada teori organisasi terkini. Dikarenakan pada teori organisasi terdapat masalah perspektif dan interpretasi paralel untuk menghasilkan pengetahuan umum.

Pada jurnal ini digambarkan, apabila teori organisasi merupakan sebuah metaphorical enterprise dan sejarahnya merupakan cerita atas metaphorical development. Sebagai contoh, pada awalnya teori organisasi dibangun atas sudut pandang jika organisasi merupak sebuah mesin. Teori desain organisasi menyebutnya sebagai model mekanistik Tujuannya difokuskan kepada hubungan antara struktur, teknologi , tujuan, dan efisiensi dengan premis organisasi dapat dirancang secara rasional sebagai struktur dari bagian yang jelas, terkoordinasi, dan terkendali. Hal ini akan menghasilkan cara pandang yang berorientasi secara internal yang membuat efisiensi perusahaan dengan birokrasi yang baik.
Sayangnya, teori ini memiliki keterbatasan. Teori ini membutuhkan new metaphorical perspective. Dengan mengembangkan gagasan apabila organisasi memiliki kemiripan dengan makhluk hidup daripada mesin. Organisasi memiliki kemiripan dengan makhluk hidup dengan fokus kepad sifat fleksibilitas dan adaptasi. Teori desain organisasi menyebutnya sebagai model organik. Teori ini menekankan jika lingkungan organisasi merupakan seuatu yang penting apabila organisasi ingin bertahan. 

Saat ini, lingkungan eksternal dan perbedaan sosial, teknis, serta lingkungan ekonomi, memberikan dampak kepada bentu atau model perusahaan. sehingga kita membutuhkan  teori kontijensi dalam mengembangkan organisasi. Penggunaan teori kontijensi akan menekankan pentingnya mencapai a good fit antara organisasi dan lingkungan. Fit adalah konsep utilitas yang luas dan penting dalam berbagai teori organisasi (Drazin, 1985)
 
Sejak tahun 1970-an, ada metafora lain yang memberikan perkembangan pada teori organisasi. Contohnya, gagasan jika organisasi merupakan budaya dimana memiliki masyarakat kecil dengan sistem dari ideologi, mitos, ritual,  dan bentuk atas simbol sendiri. Budaya perusahaan dipandang sebagai faktor kunci yang memperngaruhi kesuksessan organisasi , dan ini memberikan dampak langsung pada karyawan, khususnya manager pada level senior. Dengan adanya eksplorasi mengenai metafora lain, akan menciptakan wawasan  pada politik organisasi , pada sifat cybernetic dari pengambilan keputusan , pada tampilan jelek terkait dengan eksploitasi dan dominasi , dan sebagainya.
Inti dari jurnal ini adalah pemahaman mengenai organisasi berdasarkan pada metafora yang digunakan. Penggunaan metafora akan menghasilkan wawasan yang penting yang keterbatasannya selalu terdefinisikan dengan jelas. Perbedaan metafora akan memahami dan menyoroti aspek organisasi yang berbeda, sekaligus memiliki kecendrungan untuk mendistorsikan metafora lain. Pemahaman yang menyeluruh membutuhkan upaya untuk menemukan cara dalam mengintegrasikan banyak wawasan (paradoxical insight) yang berguna menghasilkan teori dan penjelasan.

Ada solusi yang diberikan terhadap permasalahan ini. Pemahaman yang menyeluruh ini akan dapat dicapai apabila mampu mengakui jika organisasi memuat berbagai macam aspek atau hal dalam satu tempat. Organisasi merupakan enterprise yang secara bersama – sama harus terlibat pada kegiatan tertentu untuk bertahan hidup. Organisasi menyediakan adegan untuk karir individu dan politik. Organisasi merupakan area dimana orang membangun makna dan terlibat pada segala jenis aktivitas yang berpengaruh secara simbolis.  Cara dalam memahami banyak dimensi dan menilai pengaruhnya merupakan sesuatu perspektif yang terbentuk dari motivasi dan niat. Contohnya, jika kita berniat untuk mengkritik atau melakukan revolusi hubungan sosial yang ada, kita kan cenderung untuk memilih dan mengadopsi yang lain.

Pemahaman atas metaphorical nature of knowledge membawa kepada permasalahan dasar mengenai epistemologi. Pengakuan atas human agency dan keterpaksaan keterbatasan oleh perspektif merupakan dasar dalam menghasilkan pengetahuan. Dan pengetahuan  selalu dangkal dalam mewakilkan keseluruhan susunan realitas.
 
ACCOUNTING AS A METAPHORICAL
Akuntansi berkaitan dengan dua masalah. Yaitu, masalah penyajian dan  untuk apa akuntansi digunakan. Akuntansi mesti mampu menyajikan multi dimensi yang kompleks melalui kontruksi metafora yang terbatas dan tidak lengkap. 

Praktik akuntansi dibingkai dengan metafora. Metafora ini akan mendorong kepada numerical view of reality, seperti teori organisasi. Pada awalnya, teori organisasi mencoba untuk menyajikan  organisasi melalui prinsip birokrasi yang terbentuk dari cara pandang kepada organisasi sebagai mesin. Pada situasi ini, akuntan mencoba untuk menyajikan organisasi dan segala kegiatannya dalam bentuk angka. Inilah yang disebut dengan metafora atau kiasan. Tetapi, hal ini memberikan penyajian yang parsial dan tidak lengkap mengenai realitas jika dihubungkan dengan angka. Numerical view of reality hanya melihat aspek realitas organisas yang dapat diukur dan dibangun ke dalam kerangka akuntansi. Tetapi, numerical view of reality cenderung mengabaikan aspek realitas organisasi yang tidak bisa diukur. 

Akuntan telah mengakui adanya keterbatasan mode dari numerical view of reality dalam menyajikan. Tetapi, keterbatasan ini dihilangkan dengan upaya untuk mengatasinya. Upaya ini merupakan ada penyamaan antara numerical view of reality dengan objektifitas. Gagasan mengenai akuntan yang menyajikan realitas yang ada melalui angka – angka, sudah mengadung wawasan yang jauh lebih penting . Akuntan selalu terlibat dalam menafsirkan realitas yang kompleks, parsial, dan dengan cara yang tertimbang dari kemampuan akuntan dalam mengukur serta memilih pengukuran melalui skema khusus akuntansi yang diadopsi.

Tetapi ini tidak berarti, masalah berakhir dititik ini. Dikarenakan dalam rerangka numerical view of reality, teori akuntansi dan praktik akuntansi dibentuk oleh metafora yang menawarkan persaingan pandangan bagaimana realita seharusnya diwakilkan dan dipahami. Akuntansi sebagai disiplin ilmu sudah membangun dan mengubah identitas selama bertahun- tahun dalam perlakuan, yang menyediakan a close parallel dengan menemukan dalam teori organisasi. Seperti teori organisasi yang mengalami perkembangan dan pengayaan melalui cara pandang organisasi sebagai mesin, organik, sibernetik, budaya, sistem politik, alat dominasi, dll. Teori akuntansi juga dapat dibentuk dan dirumuskan  dengan interpretasi metafora  yang mendorong akuntan untuk membangun dan mengintrepretasi pengaruh dan jasa skema akuntansi dari berbagai sudut pandang.

Berikut ini merupakan beberapa  contoh sebagian besar metafora yang sudah memberikan dampak terhadap teori akuntansi saat ini :
Accounting as history: the view that accounting is concerned with providing a faithful record of the transactions of an enterprise, and with reporting such transactions in a manner suited to the needs of users (e.g. Paton & Littleton, 1940; Littleton, 1953).
Accounting as economicg, the view that accounting should try to mirror current economic realities and reflect basic economic principles (see, for example, Davis etaL, 1982).
Accounting as information~ the view that accounting should form part of a wider MIS framework (e.g. Prakash & Rappaport, 1977; Snowball, 1980).
Accounting as a language: the view that accounting provides concepts and fi'ameworks which structure thought, conversation, perceptions and decision-making (e.g. Belkaoui, 1978), especially to support capitalism.
Accounting as rhetoric: the view that accounting, and the debate about different accounting systems, is largely a question of argument and discourse where various proponents attempt to convince others of the superiority of one principle over another (e.g. Arrington, 1987).
Accounting aspoliticg, the view that accounting and accounting systems reflect and support the values and needs of specillc interest groups, and that accounting information is constructed and used as a resource in shaping corporate politics, especially in decision-making and impression management (e.g. BurcheU et aL , 1980 ).
Accounting as mythology: the view that accounting systems provide a societal resource to be used in sustaining myths of rationality, and as a means of justifying. rationalizing and legitimizing decisions that ultimately serve other individual and social ends (e.g. Boland, 1982).
Accounting as magic: the view that underneath the veneer of rationality, accounting and the use of accounting information forms part of a societal "rite" serving the same functions for modern decision-makers as the entrails of chickens served for old witch doctors (e.g. Gambling. 1977).
Accounting as disciplined control: the view that one of the primary functions of accounting is to exercise surveillance by creating "visibility": just as prisons are often designed to maximize the visibility and scrutiny of inmates, accounting systems are often designed to increase the visibility and scrutiny exercised over employees, even those working in remote locations without direct forms of supervision (e.g. Burchell etaL, 1980).
Accounting as ideology: the view that accounting systems form part of the ideological apparatus that sustains the ability of a society to produce and reproduce itself in accordance with clearly defined principles. (e.g. Merino & Neimark, 1982; Tinker etaL, 1982).
Accounting as domination and exploitatiom the view that accounting provides techniques for the extraction of wealth in support of elite interest groups, both at the expense of Mother Nature (in terms of natural resources and the ecological balance of the planet), and of the people employed in the service of others (e.g. Tinker, 1985).
Semua metafora dikembangkan untuk membentuk kompetisi atau persaingan interpretasi mengenai sifat dan pengaruh pada akuntansi dan bagaimana prinsip akuntansi sebaiknya dikembangkan. Semua metafora memahami elemen yang berpengaruh (significant element) mengenai apa akuntansi secara keseluruhan, dan terkadang  mengusulkan prinsip yang menarik untuk desain akuntansi. Namun, tidak satupun metafora memahami dasar keseluruhan pada akuntansi sebagai fenomena sosial. Akuntansi sebagai fenomena sosial membuat akuntansi seperti aspek kehidupan sosial lain  yang merupakan hubungan kompleks, multidimensi, dan paradoks. Akuntan dan teori akuntansi memiliki posisi yang  dalam hubungan yang sama persis terhadap teori organisasi yang berharap untuk memahami beberapa aspek kompleks dari dunia di sekeliling kita. Melalui pengakuan ini, maka akuntan dapat bergerak menuju epistemologi baru untuk memahami dan mengarahkan keahlian mereka.

ACCOUNTING AND THE MYTH OF OBJECTIVTY
Secara historis, keyakinan apabila akuntansi didasarkan pada pencarian objektifitas,  sudah terbentuk. Implikasinya, adanya kemungkinan untuk akuntan  menjadi objektif dan menyajikan realita dari situansi dengan cara yang benar. Pandangan ini tidak mungkin, dikarenakan akuntan hanya mampu memahami aspek yang terbatas dari realita. Sehingga akuntansi tidak akan pernah bisa benar – benar objektif. Objektifitas selalu menjadi bagian dari observer  sebagai objek yang diobservasi. Akuntan terhubung dengan observasi mereka melalui prinsip dan praktik yang pada akhirnya berdasarkan  penciptaan metafora yang parsial dan sepihak dalam melihat dunia.

Mitos objektifitas pada hakikat akuntansi, telah memberikan banyak masalah terkait operasional. Hal ini dikarenakan praktisi akuntansi tahu , sangat tidak mungkin mempertahankan objektifitas dimana orang tersebut dibawah tekanan dari orang yang memiliki pengetahuan yang berhubungan dengan akuntansi yang lebih rinci. 

Pada praktiknya, akuntansi sudah menjadi bisnis untuk membujuk yang lain agar untuk mengakui jika konsep miliknya merupakan pandangan superior atau sesuatu yang terbaru. Pandangan akuntan terhadap realita sering membawa beban yang lebih berat daripada pandangan yang lain. Dikarenakan pandangan akuntan terhadap realita sering berhubungan dengan kekuasaan dan pengawasan sumber daya. 

ACCOUNTING AS AN INTERPRETIVE ART
Solusi jangka panjang atas masalah ini adalah mengenali dan menerima  subjektivitas dasar akuntansi serta mengembangkan kode praktek yang  memungkinkan akuntan untuk mengakui bahwa akuntan terlibat dalam sebuah jaringan kompleks pada reality construction. Akuntan merepresentasikan situasi kompleks, seperti vitalitas ekonomi perusahaan, dalam cara yang terbatas dan sepihak. Tetapi representasi menjadi “tambal sulam” melalui situasi “Accounted for” kemudian berkelanjutan atau diubah. Akuntan menafsirkan realitas. Tetapi interpretasi – dalam membentuk statement mengenai vitalitas ekonomi secara umum, keputusan anggaran modal, biaya berjalan- menjadi sumber dalam  pembangunan dan rekontruksi realitas yang sedang berlangsung.

Pada jurnal ini, terdapat 4 contoh singkat yang mengilustrasikan bagaimana akuntan memainkan perannya di jaringan dari reality construction, membentuk, dan mempertahankan realitas organisasi melalui cara pandang secara parsial.

Akuntansi dan Budaya Perusahaan
Sistem akuntansi mampu melakukan lebih dari sekedar mengawas  atau cerminan dari realitas. Akuntansi dapat membentuk realitas. Salah satunya, adalah bagaimana pengenalan pengawasan finansial yang ketat mampu membentuk ulang budaya dan tujuan umum sebuah organisasi. Contohnya : pemutusan beberapa staf di rumah sakit, dengan alasan manajemen biaya. Selain itu, adanya perubahan hubungan antara pasien, perawat, dan dokter yang pada awalnya berorientasi pada pasien menjadi pengawasan biaya atau pengelolaan biaya.

Pengawasan keuanngan dapat membuat rumah sakit menjadi lebih efisien. Tetapi pengawasan ini juga dapat membuat rumah sakit menjadi kurang manusiawi. Sistem akuntansi memahami dan membentuk aspek penting dari realitas menjalankan rumah sakit, terutama aspek ekonomi dan keuangan. Namun dalam prosesnya, aspek yang lain juga mengalami perubahan.

Akuntansi dan Perubahan Teknologi.
Sebagian besar organisasi saat ini mengharuskan belanja modal dalam teknologi sebagai jenis penilaian keuangan ketat. Penilaian ini mungkin sering diterapkan dalam pekerjaan untuk menentukan kelayakan ekonomi dan keuangan dari proposal dengan baik, tetapi meninggalkan aspek-aspek lain. Aspek – aspek lainya seperti, konsekuensi sosial dan manusia. Akibatnya, pengambilan keputusan sering dilakukan dengan cara mengutamakan "cost coonsciousness" dan  mengorbankan pemahaman yang lebih luas tentang implikasi dari perubahan teknologi

Akuntansi dan kebijakan ekonomi dan sosial
Akuntansi memiliki ‘kuasa’ lebih banyak dalam menentukan kebijakan yang berhubungan dengan aspek ekonomi, sosial bahkan politik, walaupun sesungguhnya ia hanya menangkap aspek kecil dari keadaan socio-political yang menimbulkan dampak lebih luas dari yang dihadapi. Contohnya kasus pekerja tambang di Inggris.

 Akuntansi dan "shareholder view" dari organisasi
Selama ini, praktik akuntansi diarahkan untuk mempertahankan pandangan pemegang saham perusahan. Tetapi dalam tahun terakhir, gagasan cara pandang  organisasi berdasarkan  "perspektif  stakeholder" mengalami peningkatan. Perspektif stakeholder ini  meliputi dari karyawan, pelanggan, manajer dan masyarakat umum. Hal ini dikarenakan  mereka juga "pemilik" organisasi. Dalam artian, jika masing-masing kelompok memiliki pertaruhan dan kontribusi dalam suatu organisasi. Akuntan biasanya bekerja pada satu atau dua kepentingan kelompok, meskipun kesehatan dan kesejahteraan organisasi mungkin akhirnya menuntut pandangan yang lebih luas.

IMPLIKASI DAN KESIMPULAN
Berdasarkan 4 contoh di paragraf sebelumnya, maka diketahui adanya (a) sifat berbasis perspektif akuntansi dan (b) bagaimana akuntansi merupakan pusat proses realitas konstruksi dalam sebuah organisasi, membentuk pengambilan keputusan sesuai dengan nilai-nilai dan perspektif yang mendasari prinsip akuntansi yang digunakan. Sayangnya, akuntan terjerat dalam proses realitas konstruksi. Akuntan memahami dan mengartikulasikan realitas yang kompleks dengan cara parsial, dan menangkap realitas untuk mempertahankan realitas seperti yang dirasakan.

Salah satu tantangan utama pada diri akuntan adalah untuk mengatasi keterbatasan yang ada. Akuntan harus menghadapi subjektivitas dasar keahliannya dan mengembangkan sarana untuk mengatasi keterbatasan ini. Oleh  karena itu, akuntan sebaiknya membangun prinsip-prinsip yang menyatakan sebagai berikut :
(a)    akuntansi adalah seni interpretif dan selalu-perspektif berbasis,
(b)   adanya tantangan yang dihadapi akuntan  untuk mengembangkan bentuk-bentuk praktik  yang menekankan bagaimana laporan akuntansi dan wawasan harus dianggap dan digunakan sebagai elemen dari percakapan atau dialog, daripada klaim sebagai dasar yang  menegaskan objektivitas atau" kebenaran " tertentu.

Morgan (1986) membuat sebuah model untuk mengembangkan pandangan interpretatif. Pada pandangan interpretatif, manajer yang efektif dan analis perusahaan harus terampil dalam seni "membaca" situasi. Manajer dan analis harus belajar untuk melihat dan memahami banyak hal dan paradoks dimensi organisasi. Sekaligus, menemukan cara untuk memberikan pemahaman kritis terhadap beberapa arti dan berbagai tindakan yang dihadapi.

Selain itu, akuntan juga harus peka terhadap berbagai dimensi realitas. Mereka perlu belajar bagaimana untuk menyelidiki dimensi ini. sehingga beberapa wawasan yang muncul, dapat memberikan pemahaman berbasis luas dan tindakan yang relevan. Tapi, yang paling penting, akuntan harus selalu sensitif terhadap unsur-unsur realitas  serta elemen yang ada. Hal ini dikarenakan adanya kecendrungan dalam akuntan untuk menghilangkan aspek – aspek lain dari perspektifnya.

Pada dasarnya, pendekatan Morgan membutuhkan pemahaman reflektif dan kritis mengenai hubungan akuntandan apa “accounted for”. Selain itu, pendekatan ini membutuhkan kemampuan untuk  membedakan dimensi yang tersembunyi atau yang ditekan dari hal lain. Akuntan haruslah memiliki perspektif ganda dalam menafsirkan. Akuntan harus mengakui adanya tension antara “cara pandang dari seorang akuntan” dan “dunia dalam arti luas”. Oleh karena itu, akuntan mulai berinteraksi dan “berdialog” dengan situasi dengan cara penafsiran yang jauh lebih terbuka. Akuntan akan melihat tujuan akhirnya adalah untuk menghasilkan intelegensi dan wawasan yang luas. Dalam prosesnya, akuntan akan dapat mengembangkan pendekatan yang mampu mengatasi banyak masalah yang terdapat pada hubungan akutansi , organisasi, dan masyarakat.

2 komentar: