Demokrasi La Roiba Fih - Cover depan |
Demokrasi La Roiba Fih- Sinopsis Buku |
Judul : Demokrasi La Roiba Fih
Penulis : Emha Ainun Nadjib
Tahun : 2016
Penerbit : Penerbit Buku Kompas
Kota : Jakarta
Halaman : 268 halaman ; 21 cm
Isi Buku :
Buku ini terdiri dari 6 bagian : (1) I Love you Democracy; (2)Paguyuban Ahli Surga; (3) Rakyat Kekasih Sejati ; (4) Wayang Dasamuka ; (5) Buron dan Kambing Terjepit ; (6) Perang Besar yang dibatalkan.
Di bagian pertama, Cak Nun (panggilan Emha Ainun Nadjib) menceritakan konsep demokrasi Indonesia. bagaimana rakyat Indonesia yang mengagung-agungkan demokrasi, meletakkannya jauh diatas segalanya. Bahkan kalo bisa perintah Tuhan harus "mengikuti" demokrasi, agar dianggap moderen dan berkelas. semua orang berhak berpendapat dan berbicara, tanpa harus memperhatikan kredibilitas dan kapabilitas pihak yang berbicara, sehingga kalaupun pendapatnya itu "nyeleneh bin aneh" ya... gak masalah, yang penting B-I-C-A-R-A !
Di bagian terakhir, Cak Nun berkisah mengenai Israel yang senang mempermalukan "kemanusiaan" dengan menggempur Palestina. Cak Nun juga menyentil masalah penyerangan Israel, gertak "keras" Iran, betapa damainya Arab-Israel, serta menciutnya PBB didepan Israel. salah satu bagian yang paling menarik adalah esai "Tugas Sepatu". Esai "Tugas Sepatu" merupakan opini Cak Nun mengenai tragedi pelemparan sepatu oleh Jurnalis kepada G.W.Bush, yang pada saat itu masih menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat. Cak Nun menjelaskan betapa beragamnya fungsi sepatu, karena selain melindungi ternyata ia juga bisa melukai. Bahkan sepatu dapat menjadi perwujudan isi hati seseorang terhadap seseorang lainnya.
Komentar :
Buku ini bagus banget. rekomendasi untuk kalian yang selalu mempertanyakan mengapa Indonesia selalu mandek dan terjebak dalam kelompok negara berkembang. Membaca buku ini bisa membuatmu tertawa akan "kegilaan" Cak Nun dalam bertutur, menangis karena menyadari "kegilaan" diri, senyum miris melihat kondisi negeri dan psikologis masyarakatnya yang mengalami peningkatan ke arah yang"tidak bisa dijelaskan", sekaligus marah karena ketidakmampuan diri dalam mengubah kondisi bangsa dan masyarakat. terakhir, rasa harap dan optimis(yang tidak terlalu tinggi, tentunya) jika kondisi negeri masih bisa kita ubah, walau hanya dengan tersenyum.
salah satu essai favorit |
salah satu essai favorit (2) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar