Jumat, 20 Maret 2015

TUGAS RESUME JURNAL : AKUNTANSI, AGAMA , DAN TUHAN


Akuntansi bukanlah sekedar alat semata dalam rangka menyajikan laporan keuangan perusahaan. Akuntansi juga bukan sekedar ilmu aplikasi yang mengajarkan keterampilan dalam memberikan informasi keuangan dalam bentuk laporan keuangan. Diatas semua itu, Akuntansi adalah keyakinan, ataupun dogma yang membawa nilai – nilai tertentu.  Akuntansi mampu membawa nilai – nilai tersebut dan mengembangkannya dalam sistem perekonomian.
Permasalahannnya saat ini adalah adanya penyusupan nilai –nilai tertentu kedalam Akuntansi yang memberikan dampak negatif dalam sistem perekonomian saat ini. Yaitu penyusupan pemikiran kaum kapitalisme kedalam akuntansi kita. Apabila kita melihat dan mempelajari kembali sistem dan metode dalam akuntansi, maka kita akan menyadari jika sistem dan metode – metode tersebut hanya memberikan keuntungan kepada golongan tertentu, terutama golongan pemilik modal. Hal inilah yang mengindikasikan adanya penyusupan pemikiran kaum kapitalisme kepada akuntansi yang kita gunakan.
            Kapitalisme sendiri, merupakan hasil pemikiran yang lahir dari penyimpangan atau penyalah gunaan  nilai atau semangat dalam agama  Protestan. Hal ini bermula pada saat kaum protestan menyadari jika Tuhan sudah menetapkan takdir baik maupun buruk pada seseorang sejak awal. Tentu saja ini, membangkitkan keinginan tahuan masyarakat  Protestan mengenai pesyaratan orang –orang yang dikategorikan ‘terselamatkan’. Salah satu cabang Protestan, Calvanisme, melihat kesuksesan dunia sebagai salah satu syarat dalam kategori tersebut. Oleh karena itu, munculnya semangat dalam mencari kekayaan sebanyak – banyaknya guna menjadi orang – orang yang dikategorikan “terselamatkan”. Tetapi pada masa selanjutnya, spirit mencari kekayaan sebanyak –banyaknya ini, tidak lagi beringinan dengan nilai – nilai yang terkandung dalam agama Protestan. Sehingga yang tertinggal, adalah semangat mengeksploitasi sesama manusia dan alam untuk memperkaya diri. Semangat inilah yang digunakan oleh bangsa barat dalam merumuskan sistem perekonomiannya, yang sayangnya juga mereka terapkan pada saat menjajah negeri lain, termasuk Indonesia.
Ada keyakinan yang tinggi pada masyarakat barat jika mereka adalah pusat dari kebudayaan. Sehingga munculnya  presepsi dimana masyarakat timur yang dipandang ‘primitif’  haruslah mengikuti kebudayaan barat agar dipandang ‘beradab’ dan ‘modern’. Yang tentu saja, ini adalah sebuah kesalahan fatal. Setiap negeri memiliki budaya, yang pastinya membawa nilai – nilai luhurnya masing – masing. ‘Pemaksaan’ budaya barat ini akan menghilangkan nilai – nilai luhur tesebut, dan menjadikan budaya lokal hanyalah sekedar rutinitas saja.
Kembali lagi pada pengertian akuntansi sebagai keyakinan yang membawa nilai – nilai tertentu. Pada saat ini telah muncul sebuah keyakinan baru dalam akuntansi. Yaitu keyakinan yang mementingkan diri sendiri. Tentu saja ini merupakan salah satu bentuk ‘keyakinan’ yang muncul dari paham yang mirip atau bisa dianggap sebagai turunan dari kapitalisme, yaitu neoliberalisme. Hal ini dikarenakan adanya dasar tujuan yang sama, guna memperkaya diri dengan meningkatkan keuntungan sebanyak – banyaknya.
Tentu saja, bentuk ‘keyakinan’ ini haruslah dilawan, karena bisa membawa masyarakat kepada tingkat kerusakan yang parah. Tidak hanya pada tingkat ekonomi saja, tapi juga pada norma dan moral masyarakat, serta juga pada tingkatan alam. Maka dari itu, seharusnya kita mengembalikan lagi nilai –nilai luhur dari budaya lokal, bahkan yang lebih penting adalah nilai – nilai ketuhanan dalam diri kita. Nilai – nilai inilah yang seharusnya disisipkan pada sistem akuntansi . Bukannya ‘memaksakan’ nilai – nilai Barat agar terlihat lebih modern dan beradab dalam pandangan mereka.
mesjid raya Mujahidin Pontianak

Selasa, 17 Maret 2015

BALADA SI KAYA YANG SEBENARNYA MISKIN

Sunset in Kapuas River


Indonesia adalah negara yang  kaya akan sumber daya alam sekaligus sumber daya manusia. Indonesia memiliki tambang emas, dengan kualitas terbaik ditanah Papua. Indonesia juga memiliki cadangan gas alam terbesar di bawah laut dan pulau Natuna. Indonesia memiliki hutan tropis terbesar dengan luas 39.549.447 hektar lengkap disertai keanekaragaman hayati dan beragam faunanya. Indonesia memiliki lautan yang luas serta dikelilingi 2 samudra. Indonesia memiliki peringkat keempat  dunia atas jumlah penduduknya yang terdiri dari ribuan suku dan budayanya. Tanahnya subur disertai pemandangan yang eksotis bak surga yang diturunkan ke muka bumi. Dari tingginya gunung hingga dalamnya lautan, Indonesia memilikinya. Seharusnya dengan kekayaan alam serta manusianya, Indonesia merupakan negara maju dan menjadi ikon bagi negara disekitarnya, setidaknya di Asia Tenggara. Tapi sayangnya, kenyataan tak seindah mimpi.
Pada tahun 2014, jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan di Indonesia mencapai 28 juta jiwa. Pada tahun yang sama, jumlah anak yang mesti putus sekolah 7,39 juta jiwa. Jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,24 juta jiwa.  Selain itu, kasus korupsi pada semester I pada tahun 2014 sudah mencapai 308 kasus, belum ditambah jumlah pada semester kedua. Dan masih banyak lagi deretan angka dan fakta yang membuat kita tercengang dan menggeleng tidak peracaya. Dengan semua fakta diatas, memunculkan pertanyaan - pertanyaan : Adakah yang salah dengan negeri ini ?  Mengapa negara sekaya dan sebesar Indonesia, penduduknya masih banyak yang mengalami kemiskinan?
Kemiskinan dan kekayaan. Ibarat dua sisi mata uang, kedua kata ini selalu terkait dan tak bisa dipisahkan. Kedua kata yang mempunyai pengertian yang berlawanan ini, selalu beriringan. Apabila kita membicarakan kemiskinan maka ada pembicaraan tentang kekayaan. Begitu juga sebaliknya. Untuk definisi dari kata kemiskinan dan kekayaan, setiap orang memiliki definisinya masing – masing. Setiap definisi terbentuk dari bagaimana orang tersebut memandang atau melihat kemiskinan dan kekayaan dari sudut pandang tertentu. Contohnya, apabila dilihat dari segi materi, maka kekayaan adalah kondisi dimana sesuatu ataupun seseorang  memiliki benda yang lebih dari yang ia butuhkan dan kemiskinan adalah kondisi dimana sesuatu ataupun seseorang tersebut mengalami kekurangan sehingga kebutuhan tak tercukupkan. Jika dihubungkan dengan uang, maka kekayaan adalah dimana seseorang ataupun sesuatu memiliki uang yang sangat banyak dan kemiskinan adalah dimana seseorang ataupun sesuatu tidak memiliki cukup uang atau bahkan tidak punya sama sekali.
Sayangnya, di dalam agama islam, kekayaan dan kemiskinan tidak dilihat dari banyaknya harta ataupun benda yang ia miliki.  Sesuai dengan sabda Rasulullah saw  berikut ini:
Dari Abu Hurairah, Nabi bersabda, “Kekayaan bukanlah banyak harta benda, akan tetapi kekayaan adalah kekayaan hati.” (Hadis riwayat Bukhari Muslim)
Berdasarkan hadist diatas, kita mengetahui jika kekayaan hakiki bukan terletak pada harta yang banyak. Hal ini dikarenakan ada banyak orang  yang Allah melimpahkan banyak harta padanya namun ia tidak merasa cukup dengan pemberian itu. Bahkan ia semakin giat dalam mencari harta tanpa memperdulikan darimana asal harta tersebut. Pada saat itulah, orang tersebut dikatakan miskin, karena ambisinya terhadap harta yang besar.

Dengan demikian dapat disimpulkan jika kekayaan dan kemiskinan pada hakikatnya bersumber dari hati dan jiwa manusia. Apabila hati  selalu merasa cukup dengan pemberian Allah disertai kesungguh - sugguhan dalam mencari rezeki , sesungguhnya kondisi seperti inilah yang dikatakan kaya.

Dari hati dan jiwa yang kaya akan melahirkan sikap dan mental yang kaya. Begitu juga sebaliknya. Hati dan jiwa yang miskin dalam mengingat Tuhannya akan melahirkan sikap dan mental yang miskin pula. Tentu saja ini juga berdampak dalam kemiskinan dalam sudut pandang materil juga.
Kita kembali ke negeri kita yang kaya sekaligus miskin, Indonesia. Mau sebanyak apapun kekayaan yang dimiliki bangsa ini, jika hati dan jiwa masyarakatnya miskin, maka sampai kapanpun negeri ini tak akan bisa menjadi negeri yang maju. Kuncinya adalah intropeksi pada diri kita sendiri. Tanyakan kepada diri kita apakah kita termasuk orang yang memiliki kekayaan hati untuk berkontribusi  atau sebaliknya kemiskinan hati untuk mengingat ilahi ?

Atau mungkin bukan keduanya, karena kita tidak tahu dan menyadari apa yang sebenarnya yang  mengisi hati kita ? hanya anda dan Tuhan yang tahu.

BERAWAL DARI SEBUAH AYAT



Ibarat kapal yang tengah berlayar ditengah lautan adalah perumpamaan yang tepat untuk menggambarkan kehidupan seorang manusia di muka bumi. Setiap kapal yang berlayar, pastilah ia mempunyai tempat yang dituju ataupun pelabuhan yang akan disinggahi. Begitupula dengan manusia. Setiap manusia haruslah mempunyai tujuan dalam kehidupannya. Tujuan hidup inilah yang akan menentukan kualitas kehidupan seorang manusia. Tanpa tujuan hidup yang baik, manusia akan bergerak menyimpang , berputar – putar ditempat, bahkan sama sekali tidak bergerak, dan pastinya tidak mencapai atau mendapat kesuksesan baik di dunia maupun di akhirat. Menurut Panggabean  dalam bukunya yang berjudul “strategi perang sun tzu untuk melejitkan potensi remaja”, mengerti akan tujuan hidup akan membantu manusia dalam memaksimalkan potensi yang ada di dalam dirinya karena manusia tersebut akan mengetahui kemana dirinya akan melangkah serta bekal dan persiapan apa saja yang mesti dibawa.
Untuk mengetahui apa tujuan hidup ini, setiap manusia memiliki waktu dan kondisi tersendiri. Ini disebabkan setiap manusia memiliki kemampuan dalam memahami kehidupan yang berbeda – beda. Saya sering melihat dan mendengar seseorang yang baru menemukan tujuan hidupnya setelah ia melalui waktu yang panjang serta fase kehidupan yang tidak sedikit. kebalikannya, saya juga dapat menemukan beberapa anak muda yang penuh semangat dalam mencapai tujuan dalam kehidupannya. Bahkan tak sedikit, saya melihat seseorang yang sampai akhir hayat kehidupannya tak pernah mengetahui apa tujuannya untuk diciptakan. Maraknya aksi bunuh diri serta meningkatnya tingkat gejala stress di masyarakat adalah akibat dari ketidaktahuan akan makna kehidupan yang sebenarnya.
Sebagai seorang muslim, saya tidak perlu mencari jauh – jauh akan tujuan kehidupan saya di bumi. Ini disebabkan di dalam Al-Qur’an sudah tertulis secara jelas tujuan dari penciptaan manusia. Pada surah Adz-Dzariyat ayat 56 Allah swt berfirman :
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”
(Sumber: Al-Qur’an Tajwid dan terjemahan, Maghfirah pustaka)
Jika  mengambil kesimpulan dari ayat tersebut, maka saya mengetahui jika tujuan dari kehidupan adalah untuk beribadah ataupun menyembah hanya kepada sang Maha Pencipta, Allah swt. Makna dari kata “beribadah” sendiri sangat luas. Secara terminalogi, ibadah memiliki arti merendahkan diri serta tunduk. Ibadah memiliki pengertian berupa ketaatan kepada Allah swt dengan melaksanakan perintah – perintah-Nya serta merendahkan diri kepada Nya disertai dengan rasa cinta yang tinggi pula. Ibadah mencakup seluruh apa saja yang di cintai dan di ridhai oleh Allah swt. Ini mempunyai arti bahwasannya setiap aktivitas seperti makan, belajar, berpergian, menikah bahkan tidur sekalipun, jika diniatkan hanya untuk keridhaan Allah swt, maka dapat bernilai ibadah. Dengan demikian sudah sepantasnya saya mengisi waktu dengan berbagai aktivitas yang mampu meningkatkan ketaatan kepada Allah swt.
Banyak hikmah yang saya dapatkan dalam beribadah. Salah satu dari hikmah tersebut  adalah meningkatnya jiwa sosial pada diri saya sebagai seorang muslim. Dengan beribadah, saya merasa lebih peduli pada lingkungan sekitar. Bukan sebaliknya. Jika saya kembali merujuk kepada Al- Qur’an, maka saya sering menemukan ayat – ayat yang berkaitan bagaimana seorang muslim peduli akan sesama muslim lainnya. Misalnya saja Surah At Taubah ayat 71, Allah swt berfirman :
“Dan orang – orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sholat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa dan lagi Maha Bijaksana.”
Ayat ini menjelaskan bagaimana saya mesti bersikap kepada sesama muslim. Hal ini disebabkan adanya tali  persaudaraan yang tersambung pada antar sesama muslim dikarenakan kesamaan aqidah ataupun kesamaan tujuan hidup, yaitu beribadah dan mengharapkan keridhaan Allah swt semata.
Yang menjadi pertanyaan  selanjutnya adalah bagaimana sikap saya terhadap teman yang non Muslim ? Di dalam Al-Qur’an, Allah swt memerintahkan seorang muslim untuk berbuat baik dan adil kepada teman teman non muslim sepanjang mereka tidak memusuhi agama dan diri kita sendiri. Hal ini tertulis dalam surah Al- Mumtahanah ayat 8-9 dimana Allah swt berfirman :
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang – orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang – orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang – orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu  (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang – orang yang zalim.”
Dengan semangat beribadah kepada Allah swt, maka keinginan saya untuk membantu serta memberikan kontribusi kepada sesama,baik dalam ruang lingkup yang kecil maupun yang besar, haruslah semakin besar. Tak hanya sebatas keinginan , tapi juga harus berbuah aksi nyata. Aksi yang saya wujudkan dalam bentuk dakwah. Saya sendiri memilih berdakwah dalam bidang keilmuan, khususnya dalam ilmu akuntansi syariah. Maka dari itu, saya ingin menggeluti karir di bidang perguruan tinggi sebagai seorang dosen.
Mengapa menjadi seorang dosen ? Karena di posisi itu saya bisa bertemu dengan generasi muda, yaitu mahasiswa. Kepada merekalah saya berdakwah dimana saya dapat menyampaikan tentang Islam ,yang tak hanya mengatur dari segi ibadah saja, tetapi juga mencakup bidang ekonomi khususnya akuntansi. Saya ingin mengenalkan kepada mereka, khususnya pemuda muslim, tentang sistem ekonomi berbasis syariah. Sehingga kedepannya tidak ada lagi pemuda muslim yang masih awam tentang sistem ekonomi syariah. Selain itu, gerak ruang dosen tidak terbatas mengajar saja, tetapi juga mengembangkan ilmu baik melalui penelitian maupun pengabdian ke masyarakat.
 Keinginan selanjutnya adalah menjadi seorang pakar ekonomi sekaligus pakar akuntansi  syariah. Pada tahap ini, ranah dakwah saya tak lagi sebatas dunia kampus dan masyarakat disekitar saya, melainkan ke masyarakat luas, masyarakat Indonesia. Saya ingin mengenalkan sistem syariah lebih luas ke masyarakat. Sehingga masyarakat  dapat mengetahui dan merasa tertarik dengan sistem ekonomi syariah. Pada saat ini, banyak sekali isu – isu mengenai sistem ekonomi syariah, baik yang bagus maupun yang jelek. Maka dari itu, saya berkeinginan menjadi pakar ekonomi dan akuntansi syariah, agar bisa mengenalkan pada masayarakat tentang sistem ekonomi syariah secara menyeluruh.
Keinginan tertinggi saya adalah menjadi seorang menteri Ekonomi. Saya mempunyai keinginan untuk memperbaiki sistem ekonomi negara dengan ilmu yang saya miliki. Saya ingin memberikan kontribusi atau manfaat yang besar untuk negeri ini. Saya ingin bermanfaat bagi orang yang saya sayangi, bagi orang lain, bagi masyarakat, dan bagi dunia.
Kadangkala, saya merasa keinginan – keinginan itu terlalu tinggi untuk diraih serta terlalu berat untuk dipikul oleh saya sendiri. Apalagi saya hanyalah seorang perempuan. Tak sedikit orang yang memandang sebelah mata kepada saya dan usaha – usaha saya dalam mewujudkan mimpi tersebut. Saya sering disebut idealis, pemimpi, pengkhayal, dan apapun itu hanya Allah yang tahu. Tetapi inilah hidup yang saya pilih, dan inilah rencana yang sudah saya susun. Saya yakin dimana ada kemauan yang kuat serta kerja keras yang tak mengenal lelah, maka akan mendatangkan keberhasilan.
Kembali lagi kepada tujuan hidup saya yang berasal dari sebuah ayat. Hidup hanya untuk beribadah kepada Allah swt. Salah satu bentuk dari beribadah itu adalah berdakwah. Menjadi seorang dosen, pakar ekonomi syariah, dan menteri ekonomi hanyalah upaya - upaya saya sebagai manusia  untuk berkontribusi dalam dakwah. Dan dakwah ini saya persembahkan hanya untuk Sang Pemilik Kehidupan, yang Menggenggam Jiwa saya,yaitu Allah swt.