Selasa, 17 Maret 2015

BALADA SI KAYA YANG SEBENARNYA MISKIN

Sunset in Kapuas River


Indonesia adalah negara yang  kaya akan sumber daya alam sekaligus sumber daya manusia. Indonesia memiliki tambang emas, dengan kualitas terbaik ditanah Papua. Indonesia juga memiliki cadangan gas alam terbesar di bawah laut dan pulau Natuna. Indonesia memiliki hutan tropis terbesar dengan luas 39.549.447 hektar lengkap disertai keanekaragaman hayati dan beragam faunanya. Indonesia memiliki lautan yang luas serta dikelilingi 2 samudra. Indonesia memiliki peringkat keempat  dunia atas jumlah penduduknya yang terdiri dari ribuan suku dan budayanya. Tanahnya subur disertai pemandangan yang eksotis bak surga yang diturunkan ke muka bumi. Dari tingginya gunung hingga dalamnya lautan, Indonesia memilikinya. Seharusnya dengan kekayaan alam serta manusianya, Indonesia merupakan negara maju dan menjadi ikon bagi negara disekitarnya, setidaknya di Asia Tenggara. Tapi sayangnya, kenyataan tak seindah mimpi.
Pada tahun 2014, jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan di Indonesia mencapai 28 juta jiwa. Pada tahun yang sama, jumlah anak yang mesti putus sekolah 7,39 juta jiwa. Jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,24 juta jiwa.  Selain itu, kasus korupsi pada semester I pada tahun 2014 sudah mencapai 308 kasus, belum ditambah jumlah pada semester kedua. Dan masih banyak lagi deretan angka dan fakta yang membuat kita tercengang dan menggeleng tidak peracaya. Dengan semua fakta diatas, memunculkan pertanyaan - pertanyaan : Adakah yang salah dengan negeri ini ?  Mengapa negara sekaya dan sebesar Indonesia, penduduknya masih banyak yang mengalami kemiskinan?
Kemiskinan dan kekayaan. Ibarat dua sisi mata uang, kedua kata ini selalu terkait dan tak bisa dipisahkan. Kedua kata yang mempunyai pengertian yang berlawanan ini, selalu beriringan. Apabila kita membicarakan kemiskinan maka ada pembicaraan tentang kekayaan. Begitu juga sebaliknya. Untuk definisi dari kata kemiskinan dan kekayaan, setiap orang memiliki definisinya masing – masing. Setiap definisi terbentuk dari bagaimana orang tersebut memandang atau melihat kemiskinan dan kekayaan dari sudut pandang tertentu. Contohnya, apabila dilihat dari segi materi, maka kekayaan adalah kondisi dimana sesuatu ataupun seseorang  memiliki benda yang lebih dari yang ia butuhkan dan kemiskinan adalah kondisi dimana sesuatu ataupun seseorang tersebut mengalami kekurangan sehingga kebutuhan tak tercukupkan. Jika dihubungkan dengan uang, maka kekayaan adalah dimana seseorang ataupun sesuatu memiliki uang yang sangat banyak dan kemiskinan adalah dimana seseorang ataupun sesuatu tidak memiliki cukup uang atau bahkan tidak punya sama sekali.
Sayangnya, di dalam agama islam, kekayaan dan kemiskinan tidak dilihat dari banyaknya harta ataupun benda yang ia miliki.  Sesuai dengan sabda Rasulullah saw  berikut ini:
Dari Abu Hurairah, Nabi bersabda, “Kekayaan bukanlah banyak harta benda, akan tetapi kekayaan adalah kekayaan hati.” (Hadis riwayat Bukhari Muslim)
Berdasarkan hadist diatas, kita mengetahui jika kekayaan hakiki bukan terletak pada harta yang banyak. Hal ini dikarenakan ada banyak orang  yang Allah melimpahkan banyak harta padanya namun ia tidak merasa cukup dengan pemberian itu. Bahkan ia semakin giat dalam mencari harta tanpa memperdulikan darimana asal harta tersebut. Pada saat itulah, orang tersebut dikatakan miskin, karena ambisinya terhadap harta yang besar.

Dengan demikian dapat disimpulkan jika kekayaan dan kemiskinan pada hakikatnya bersumber dari hati dan jiwa manusia. Apabila hati  selalu merasa cukup dengan pemberian Allah disertai kesungguh - sugguhan dalam mencari rezeki , sesungguhnya kondisi seperti inilah yang dikatakan kaya.

Dari hati dan jiwa yang kaya akan melahirkan sikap dan mental yang kaya. Begitu juga sebaliknya. Hati dan jiwa yang miskin dalam mengingat Tuhannya akan melahirkan sikap dan mental yang miskin pula. Tentu saja ini juga berdampak dalam kemiskinan dalam sudut pandang materil juga.
Kita kembali ke negeri kita yang kaya sekaligus miskin, Indonesia. Mau sebanyak apapun kekayaan yang dimiliki bangsa ini, jika hati dan jiwa masyarakatnya miskin, maka sampai kapanpun negeri ini tak akan bisa menjadi negeri yang maju. Kuncinya adalah intropeksi pada diri kita sendiri. Tanyakan kepada diri kita apakah kita termasuk orang yang memiliki kekayaan hati untuk berkontribusi  atau sebaliknya kemiskinan hati untuk mengingat ilahi ?

Atau mungkin bukan keduanya, karena kita tidak tahu dan menyadari apa yang sebenarnya yang  mengisi hati kita ? hanya anda dan Tuhan yang tahu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar